kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.880.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.260   50,00   0,31%
  • IDX 6.928   30,28   0,44%
  • KOMPAS100 1.008   6,44   0,64%
  • LQ45 773   2,07   0,27%
  • ISSI 227   2,98   1,33%
  • IDX30 399   1,47   0,37%
  • IDXHIDIV20 462   0,59   0,13%
  • IDX80 113   0,62   0,55%
  • IDXV30 114   1,38   1,22%
  • IDXQ30 129   0,27   0,21%

Industri Migas Ungkap Efek Pelemahan Rupiah


Minggu, 13 April 2025 / 15:29 WIB
Industri Migas Ungkap Efek Pelemahan Rupiah
ILUSTRASI. Kapal tanker bongkar muat bahan bakar minyak di Integrated Terminal Ampenan, Mataram, NTB, Rabu (8/1/2025). Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan pemerintah telah menyelesaikan seluruh target pembangunan penyalur program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga sebanyak 583 penyalur sepanjang 2017-2024 guna memberikan akses energi yang terjangkau bagi masyarakat.ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri jasa minyak dan gas (migas) menghadapi efek samping dari pelemahan rupiah terhadap dolar.

Bagi para pelaku usaha di sektor migas setelah rupiah menyentuh level terburuk, sebesar Rp 17.217 per Dolar AS pada Senin (7/4) pukul 09:16 WIB atau pukul 22:16 waktu New York, Minggu (6/4), penguatan rupiah yang terjadi setelahnya menurut Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas) terjadi karena pelemahan dolar.

"Sekarang sudah turun ke Rp16.800/US$, tapi itu bukan karena rupiahnya menguat, tapi karena dolar melemah," ungkap Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal saat dihubungi Kontan, Minggu (13/04).

Setelah terjun sebesar Rp 17.217 per Dolar AS pada Senin (7/4), rupiah mengalami penguatan Jumat (11/4), nilai tukar rupiah terhadap dollar berakhir menguat tipis, 0,02% atau 4 poin ke level Rp 16.790 dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya di Rp 16.794,

Meski begitu, Moshe menambahkan, secara umum, pelemahan rupiah membuat sektor migas dalam negeri tidak berada dalam fundamental yang baik.

Moshe menambahkan, ancaman tarif dari Presiden Amerika Serikat (AS) yang membuat pemerintah Indonesia mengambil keputusan meningkatkan impor migas juga akan berdampak pada pelemahan rupiah yang lebih jauh. 

Baca Juga: Ini Langkah Menteri Bahlil Benahi Rantai Distribusi Migas

"Meningkatkan impor memang salah satu cara untuk kita mengurangi tarif. Tapi kita juga harus melihat dari sisi neraca perdagangan kita, jangan sampai nanti impor justru itu akan mempengaruhi rupiah lagi," tambahnya.

Pemerintah menurut Moshe juga perlu membuktikan alasan importasi migas dari AS memiliki beban yang lebih rendah jika dibandingkan impr dari Uni Emirat Arab (UEA).

"Impor (migas)-nya pakai dolar atau pakai euro, sedangkan kita penjualan di dalam negeri pakai rupiah. Nah, ini kan jadi gap yang makin lama makin lebar. Dan itu akan menjadi beban biaya operasional," katanya.

Industri Migas Menunggu Stimulasi dari Pemerintah

Moshe menyebut, pihaknya masih menunggu stimulas ekonomi dari pemerintah untuk segera melakukan aksi agar inflasi tidak menanjak.

"Ya harus ada stimulasi, itu jelas. Jadi harus melakukan action untuk stimulasi ekonomi, apapun itu. Saya rasa mereka sudah tahu, prosedurnya sudah paham," katanya. 

Baca Juga: Ini 20 Kontraktor Migas Penghasil Produksi Minyak Terbesar Indonesia

Meski begitu, Moshe bilang jika dilakukan sekarang, hasil dari stimulus tidak akan seberhasil apabila stimulus dilakukan sebelum tarif Trump dan perang dagang berlangsung.

"Dan itu harusnya sudah dari kemarin. Sekarang kalau ini sudah agak telat, cost-nya bagi negara akan jauh lebih tinggi dibandingkan kalau ini sudah dilakukan sejak berapa bulan yang lalu atau mungkin sebelum 2025," tambahnya.

"Secara ekonomi kita harus prioritaskan kepentingan nasional. Saya setuju negosiasi (dengan AS), tapi tidak bisa kita cuma tunduk-tunduk saja," jelasnya.

Dampak jangka panjang akan berpengaruh pada investasi migas di dalam negeri. Penurunan rupiah akan menambah resiko bagi investor karena menanamkan modal ke Indonesia dengan dolar.

"Pelemahan rupiah menambah resiko bagi investor. Dan investor akan mempertimbangkan itu. Pinjaman juga seperti itu, ada rate pinjaman, interest rate, itu juga dihubungkan dengan kondisi politik dan ekonomi di suatu negara," tutupnya.

Baca Juga: Pemerintah Berencana Genjot Impor Migas dari Amerika Serikat, Ini Untung Ruginya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×