kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   4.000   0,21%
  • USD/IDR 16.275   35,00   0,22%
  • IDX 7.199   10,61   0,15%
  • KOMPAS100 1.051   2,03   0,19%
  • LQ45 818   1,46   0,18%
  • ISSI 226   0,79   0,35%
  • IDX30 428   0,31   0,07%
  • IDXHIDIV20 508   3,38   0,67%
  • IDX80 118   0,22   0,19%
  • IDXV30 121   1,20   1,00%
  • IDXQ30 140   0,04   0,03%

Industri penyamakan kulit kekurangan 18 juta lembar kulit hewan per tahun


Selasa, 22 Februari 2011 / 17:37 WIB
Industri penyamakan kulit kekurangan 18 juta lembar kulit hewan per tahun
ILUSTRASI. ilustrasi minum air mineral; air putih


Reporter: Evilin Falanta | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Tahun ini industri penyamakan kulit tampaknya makin terpuruk. Sejak pemerintah mengeluarkan aturan larangan impor bahan baku kulit di tahun 1998, para pemasok kulit mengeluh mengalami kekurangan bahan baku tiap tahunnya.

Impor bahan baku kulit terkendala peraturan pemerintah yang hanya mengizinkan impor dari negara yang bebas penyakit mulut dan kuku. Sedangkan, impor ke beberapa negara yang dinyatakan belum bebas penyakit mulut dan kuku dihentikan, seperti Brunei Darussallam, Thailand, Vietnam, dan Amerika Latin.

Para pengusaha penyamakan kulit mengaku kekurangan bahan baku sekitar 70% per tahun. Sekjen Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) Agit Punto Yuwono mengatakan, akibat larangan impor tersebut membuat beberapa pabrik berhenti produksi lantaran bahan baku tak tersedia.

"Selain adanya larangan impor, populasi ternak dalam negeri juga terbatas. Sedangkan kalangan pengusaha kita lebih banyak memasok bahan baku kulit impor," tandasnya.

Setiap tahun pabrik penyamakan kulit di Indonesia kekurangan pasokan bahan baku 15 juta lembar kulit kambing dan domba serta 3 juta lembar kulit sapi.

Andaikata pasokan bahan baku industri kulit dalam negeri terpenuhi, diperkirakan kapasitas produksi kulit sapi tersamak di Indonesia saat ini bisa mencapai 60 juta square feet per tahun dari total kapasitas produksi yang sebesar 150 juta square feet per tahun.

Sedangkan, kapasitas produksi kulit tersamak kambing dan domba biasanya 100 juta square feet per tahun, sekarang hanya terpenuhi 25 juta square feet per tahun.

Walaupun para pengusaha besar banyak yang kesulitan mendapatkan bahan baku kulit, namun Fadil Arif, pengusaha kecil kerajinan kulit asal Malang Jawa Timur ini tidak demikian.

Fadil yang memproduksi kerajinan kulit berbahan baku kulit seperti tas, sepatu dan jaket ini mengaku tidak kesulitan mendapatkan bahan baku. Padahal 100% bahan baku kerajinan tangannya diambil dari dalam negeri.

Biasanya, Fadil membutuhkan 30 feet kulit untuk membuat 1 buah jaket, sedangkan untuk pembuatan dompet, tas, dan sepatu membutuhkan 2 feet hingga 3 feet kulit. “Selama ini saya beli bahan baku kulit yang didatangkan dari Garut, Mojokerto, dan Surabaya,” kata Fadil.

Agit menjelaskan, untuk membantu industri penyamakan kulit, Pemerintah berencana membangun supermarket khusus untuk membantu para produsen mencari bahan baku. "Namun sudah sejak 3 tahun yang lalu, rencana itu dibicarakan oleh pemerintah, tapi sampai tahun ini belum ada perkembangannya,” katanya.

Namun Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Budi Irmawan bilang, realisasi supermarket bagi produk penyamakan kulit ditargetkan tahun ini dapat dirampungkan, hanya saja tergantung dari para produsennya.

"Saat ini kami masih mencari lokasi yang tepat untuk mendirikan supermarket. Tapi tahun ini kami juga masih terus melakukan riset dan mengajak para produsen untuk berinvestasi," jelas Budi, Selasa (22/2).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×