kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.759.000   -6.000   -0,34%
  • USD/IDR 16.600   -40,00   -0,24%
  • IDX 6.236   74,40   1,21%
  • KOMPAS100 884   15,16   1,75%
  • LQ45 697   15,99   2,35%
  • ISSI 196   0,74   0,38%
  • IDX30 366   8,49   2,37%
  • IDXHIDIV20 443   9,73   2,24%
  • IDX80 100   1,98   2,01%
  • IDXV30 106   1,12   1,07%
  • IDXQ30 121   2,95   2,50%

Industri Perhotelan Terancam PHK Massal, Okupansi Hotel Merosot hingga 20%


Senin, 24 Maret 2025 / 23:02 WIB
Industri Perhotelan Terancam PHK Massal, Okupansi Hotel Merosot hingga 20%
ILUSTRASI. Suasana lobi salah satu hotel berbintang di Jakarta, Senin (6/5/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kuartal I 2024, tingkat penghunian kamar (TPK) atau okupansi hotel bintang mencapai 46,43%. Persentase ini turun 2,85 poin dibandingkan tingkat okupansi di periode yang sama pada 2023. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perhotelan di Indonesia menghadapi ancaman besar akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, khususnya pemangkasan belanja perjalanan dinas. Dampaknya, okupansi hotel turun drastis, bahkan rata-rata hanya mencapai 20% pada Maret 2025. Jika kondisi ini berlanjut, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini tak terhindarkan.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengatakan bahwa kontribusi perjalanan dinas pemerintah terhadap pendapatan hotel sangat signifikan, yakni mencapai 40%-60%. Namun, dengan adanya kebijakan pemangkasan anggaran, pendapatan industri hotel tergerus cukup dalam.

Baca Juga: Anggaran Perdin Dipotong Hingga 50%, PHRI: Aktivitas Hotel dan Restoran Bisa Turun

"Okupansi hotel nasional turun hingga 20%, jauh di bawah rata-rata tahun lalu yang masih di kisaran 50%-60%. Hampir semua wilayah terdampak, terutama hotel-hotel yang selama ini bergantung kepada MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) dari belanja pemerintah," ujar Maulana kepada Kontan, Senin (24/3).

Ancaman PHK massal pun mengintai, menurut Maulana, pekerja yang paling berisiko terkena dampak adalah mereka yang menangani layanan ruang pertemuan dan katering.

Sementara itu, Ketua Bidang Perhubungan dan Logistik Apindo, Carmelita Hartoto, juga menyetujui bahwa kondisi ini menekan industri perhotelan. "Berkurangnya perjalanan dinas pemerintah sangat berpengaruh terhadap okupansi hotel. Kalau kondisi ini tidak membaik, maka jalan terakhir–yang sebenarnya tidak diinginkan pelaku usaha–adalah PHK," ungkapnya kepada Kontan, Senin (24/3).

Baca Juga: PHRI sebut Industri Hotel dan Restoran Bakal Hadapi Tantangan Berat

Untuk meredam dampak lebih lanjut, dunia usaha mendorong pemerintah memberikan insentif bagi industri perhotelan, seperti relaksasi pajak dan bantuan finansial. Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian dari pemerintah terkait kebijakan tersebut.

Jika tidak ada intervensi dari pemerintah, industri perhotelan berisiko mengalami krisis berkepanjangan. "Kami masih memantau perkembangan setelah periode Lebaran. Jika tidak ada perubahan kebijakan, ancaman PHK ini bisa semakin nyata," tutup Maulana.

Baca Juga: Penghematan APBD Berpotensi Turunkan Okupansi Tamu Hotel Dafam (DFAM) hingga 30%

Selanjutnya: MS GLOW for Men Kolaborasi dengan Alfamart guna Perluas Distribusi Penjualan

Menarik Dibaca: New Balance dan Foot Locker Kolaborasi, Ajak Berlari Nikmati Sudut Lain Kota Jakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×