Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak ada kenaikan tarif listrik bagi pelanggan non-subsidi untuk periode Januari-Maret 2019. Penetapan tersebut tertuang dalam surat kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tanggal 31 Desember 2018.
Direktur Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy N. Sommeng mengatakan, keputusan tersebut bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan iklim industri supaya tetap kompetitif. Andy pun menyatakan, keputusan ini telah memperhitungkan sejumlah variabel sehingga tidak akan signifikan membebani PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Terutama karena adanya insentif dari harga energi primer, yakni kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang dipatok diharga US$ 70 per ton, serta tren penurunan harga minyak. Hal ini memberikan dampak yang signifikan, sebab porsi bauran energi listrik dari batubara masih dominan, sebesar 60,5%, dan dari Bahan Bakar Minyak (BBM) sekitar 5% dari total bauran energi primer pembangkit listrik.
"Jadi yang harus diatur itu energi primer-nya. Ini untuk competitiveness lebih baik, ongkos produksi, dan daya beli masyarakat terjaga," ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jum'at (4/1).
Apalagi, Andy bilang, PLN tidak bisa serta merta disamakan dengan perusahaan swasta yang berbasis mencari keuntungan, melainkan perusahaan yang berbasis untuk memberikan kemanfaatan bagi negara dan masyarakat.
"PLN ini nggak bisa disamakan dengan perusahaan-perusahaan profit company, karena PLN adalah public utility company, jadi targetnya adalah benefit sebesar-besarnya bagi negara dan masyarkat," ungkap Andy.
Adapun, sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PLN sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permen ESDM Nomor 41 Tahun 2017, disebutkan bahwa apabila terjadi perubahan terhadap asumsi makro ekonomi (kurs, Indonesian Crude Price/ICP, dan inflasi), yang dihitung secara triwulanan, maka akan dilakukan penyesuaian terhadap tarif tenaga listrik (tariff adjustment).
Pada bulan September hingga November 2018, parameter ekonomi makro rata-rata per tiga bulan menunjukan perubahan. Nilai tukar rupiah tercatat Rp14.914,82 per dollar Amerika Serikat (AS), nilai Indonesian Crude Price (ICP) menjadi US$ 71,81/Barrel, dan tingkat inflasi rata-rata 0,12%.
Berdasarkan perubahan parameter tersebut, seharusnya penyesuaian tarif tenaga listrik (tariff adjustment) mengalami kenaikan jika dibandingkan yang berlaku sebelumnya. Namun, Pemerintah mempertahankan agar tarif listrik tidak naik.
Mengenai keputusan untuk tidak menaikkan tarif pada tahun 2019 ini, Andy mengklaim bahwa ini murni tanpa muatan politik di tahun politis. "Nggak ada politis, siapa pun pemerintah pasti akan menyenangkan rakyatnya, untuk menjaga daya beli, competitiveness negara," katanya.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah mada Fahmy Radhi pun memberikan penilaian yang sama. Menurutnya, keputusan untuk menjaga tarif listrik dengan maksud menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri ini cukup beralasan, sehingga menjadi keputusan yang rasional untuk diambil pemerintah.
"Kalau pun ada (sisi politis), saya kira itu kecil, siapa pun kan mengambil kebijakan ini. Saya melihatnya lebih pada pertimbangan makro ekonomi terkait daya beli dan inflasi," kata Fahmy.
Ia menilai, meski PLN pasti akan terbebani, namun ada empat variable yang bisa meringankan beban tersebut. Yakni terkait DMO batubara, harga minyak dunia yang turun, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan juga penbambahan pelanggan PLN seiring dengan perluasan elektrifikasi. "Memang memberatkan PLN, tapi beban yang berat itu akan terkurangi," imbuh Fahmy.
Sedangkan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, faktor tahun politik sulit dilepaskan dari kebijakan ini. Sebab, akan sangat riskan jika ada kenaikan tarif listrik yang bisa menambah beban usaha dan beban rumah tangga.
Namun, Fabby menekankan bahwa kebijakan ini harus dijalankan secara hati-hati supaya tidak terlampau membebani kondisi finansial PLN. Sebab, dalam perhitungan Fabby, meski sudah ada insentif dari DMO Batubara, tapi pada tahun 2018 lalu, biaya produksi PLN sudah naik sekitar 10-15% hitungan itu didapatkan dengan mempertimbangkan faktor nilai tukar rupiah, inflasi dan fluktuasi harga minyak.
Apalagi, kata Fabby, tren harga minyak sulit diprediksi, begitu pun dengan nilai tukar rupiah yang rentan berfluktuasi. "Estimasi saya biaya listrik PLN naik. Hitungan saya, biaya produksi listrik PLN sekarang itu sudah sama bahkan mungkin lebih tinggi dari tarif," ujar Fabby.
Dalam jangka pendek, untuk menolong finansial PLN, pemerintah bisa saja memberikan tambahan subsidi kepada PLN dengan memperhitungkan faktor-faktor kondisi ekonomi nasional dan global serta realisasi penerimaan negara.
Selain itu, Fabby juga memprediksi, jika akan ada penyesuaian tarif listrik, maka itu akan dilakukan setelah Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Predisen (Pilpres). "Jadi kalau pun ada, penyesuaian tarif setelah itu lah. baru pada Semester II atau Kuartal IV," ungkapnya.
Adapun, tarif tenaga listrik yang dipatok pada Triwulan I-2019 adalah sebagai berikut:
- Rp997/kWh untuk pelanggan tegangan tinggi, yaitu I-4 Industri besar dengan daya 30 MVA ke atas;
- Rp1.115/kWh untuk pelanggan tegangan menengah, yaitu B-3 Bisnis besar dengan daya di atas 200 kVA dan P2 Kantor Pemerintah dengan daya di atas 200 kVA;
- Rp1.467/kWh untuk pelanggan tegangan rendah, yaitu R-1 Rumah tangga kecil dengan daya 1300 VA, R-1 Rumah tangga kecil dengan daya 2200 VA, R-1 Rumah Tangga menengah dengan daya 3.500-5.500 VA, R-1 Rumah tangga besar dengan daya 6.600 VA ke atas, B-2 Bisnis menengah dengan daya 6.600 VA sd 200 kVA, P-1 Kantor Pemerintah dengan daya 6.600 VA sd 200 kVA, dan Penerangan Jalan Umum;
- Rp1.645/kWh untuk pelanggan Layanan Khusus;
- Rp1.352/kWh untuk rumah tangga daya 900 VA (R-1/900 VA-RTM) (belum diterapkan tariff adjustment).
Sementara tarif tenaga listrik untuk 25 golongan pelanggan bersubsidi lainnya juga tidak mengalami perubahan, besaran tarifnya tetap. Dua puluh lima golongan pelanggan ini tetap diberikan subsidi listrik, termasuk di dalamnya pelanggan yang peruntukan listriknya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), bisnis kecil, industri kecil, dan kegiatan sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News