Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Edy Soeparno mengungkapkan sejauh ini pihaknya belum dilibatkan dalam komunikasi rencana penjualan crude Banyu Urip.
Namun, pihaknya berharap pemangkasan produksi tidak dilakukan.
"Jika memang crude berlebih bisa diekspor ada pasar dan harga baik maka lebih baik diekspor. Karena pemangkasan produksi ditengah turunnya produksi bukan langkah yang baik," jelas Edy kepada Kontan.co.id, Senin (2/11).
Edy melanjutkan, kebijakan mengekspor crude memang perlu kehati-hatian pasalnya menyangkut bagian pemerintah dan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO).
Sebelumnya, Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Arief S. handoko bilang jika stok crude Banyu Urip tak berhasil dijual maka pengurangan produksi bisa terjadi.
"Kenapa tidak bisa terjual, karena Pertamina punya stok banyak dan kilangnya demand berkurang karena Covid-19. Pesawat juga berkurang penerbangan," ungkap Arief dalam konferensi pers virtual, Jumat (23/10).
Arief menambahkan, selama ini Pertamina selain masih mengimpor crude juga masih mengimpor produk Bahan Bakar Minyak (BBM). Dengan demand yang menurun maka penyerapan crude domestik dari Banyu UripĀ akan sulit dilakukan.
Kendati demikian, Arief mengungkapkan pengurangan produksi tidak ideal dilakukan pasalnya saat ini tercatat kebutuhan crude dalam negeri jumlahnya dua kali lipat dari produksi yang bisa dihasilkan di Indonesia.
Jumlah impor crude pun juga disebut lebih besar dari kemampuan produksi, sehingga pengurangan produksi dirasa kurang tepat dilakukan. Untuk itu, Arief memastikan pihaknya membuka opsi mengekspor crude produksi Lapangan Banyu Urip.
Selanjutnya: Pertamina tak serap crude, Banyu Urip hadapi potensi pengurangan produksi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News