Reporter: Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mengakhiri skema insentif untuk impor mobil listrik secara utuh atawa completely built-up (CBU) pada akhir 2025. Hal tersebut dipastikan akan memengaruhi strategi produsen kendaraan listrik, termasuk BYD, yang hingga kini masih mengandalkan skema CBU untuk pasar Indonesia.
Kepala Divisi Marketing dan PR BYD Indonesia Luther Pandjaitan mengatakan, pihaknya masih menunggu kejelasan dari pemerintah terkait kebijakan lanjutan. Namun, ia menegaskan bahwa konsistensi kebijakan sangat dibutuhkan agar industri kendaraan listrik dapat berkembang secara sehat.
"Kami masih belum menerima informasi resmi soal itu, tapi kami selalu berharap agar kebijakan pemerintah konsisten. Karena konsistensi ini penting untuk membangun kepercayaan, baik dari sisi pelaku industri maupun konsumen," ujar Luther saat ditemui di Lombok, Rabu (21/5).
Insentif yang berlaku saat ini memberikan berbagai keringanan bagi kendaraan listrik CBU, termasuk pembebasan bea masuk (yang semestinya 50%), PPnBM 0% dari tarif normal 15%, dan PPN yang hanya dibayar 2% berkat skema PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 10%. Namun, semua kemudahan tersebut hanya berlaku hingga akhir 2025 sesuai Permenperin No. 6 Tahun 2023.
Baca Juga: BYD Rilis Mobil Listrik Baru, Harga Naik, Cek Harga Atto Dolphin M6 Denza Sealion
Mulai 2026, hanya kendaraan listrik yang diproduksi secara lokal atau memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang akan berhak mendapat insentif.
Sementara itu, realisasi penjualan mobil listrik berbasis baterai (BEV) masih belum sesuai target. Hingga April 2025, penjualan baru mencapai sekitar 23.900 unit. Jika disetahunkan, jumlah itu hanya sekitar 63.000 unit, jauh di bawah target 400.000 unit dalam Permenperin No. 6 Tahun 2022.
Menanggapi hal ini, BYD menegaskan bahwa rencana membangun fasilitas produksi lokal bukan hanya upaya memenuhi syarat insentif, tetapi juga bagian dari strategi jangka panjang mereka di Indonesia.
"Rencana pembangunan manufaktur sudah merupakan bagian dari komitmen kami di Indonesia. Tujuannya bukan semata karena insentif akan berakhir, tapi memang untuk menjawab tantangan industri, memenuhi TKDN, dan memperkuat posisi kami di pasar dalam negeri," ujar Luther.
Menurutnya, proses pembangunan masih berjalan sesuai rencana, meski tidak disebutkan secara rinci kapan pabrik akan mulai beroperasi.
"Kami tetap on track. Selama kami bisa mengoptimalkan TKDN dan memenuhi komitmen kepada pemerintah, kami akan terus dorong realisasi produksi lokal di Indonesia," tambahnya.
Baca Juga: Harga Mobil Listrik Polytron Murah, Bisakah Mengalahkan BYD yang Terlaris 2025
Luther juga mengingatkan bahwa perubahan kebijakan yang terlalu cepat dapat menciptakan ketidakpastian di pasar, yang pada akhirnya menghambat permintaan.
"Konsistensi kebijakan menjadi kunci. Terlalu sering berubah justru membuat konsumen dan pelaku industri enggan mengambil keputusan jangka panjang," pungkasnya.
Selanjutnya: Per Kuartal I 2025, Dana yang Dihimpun Industri Urun Dana Mencapai Rp 145,70 Miliar
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok (23/5), Daerah di Jakarta Ini Waspada Hujan Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News