kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jadi produsen batubara terbesar, dua anak usaha BUMI siap sambut perpanjang izin


Sabtu, 13 Juni 2020 / 21:50 WIB
Jadi produsen batubara terbesar, dua anak usaha BUMI siap sambut perpanjang izin


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) optimistis kedua anak usahanya, yakni PT PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) bisa mendapatkan perpanjangan kontrak sekaligus mempertahankan luasan wilayah pertambangannya.

KPC dan Arutmin merupakan produsen batubara terbesar di Indonesia, yang porsi produksinya bisa mencapai belasan persen dari realisasi produksi batubara nasional. Pada tahun 2018 misalnya, produksi keduanya mencapai 83,3 juta ton, atau 14,95% dari produksi batubara nasional yang saat itu mencapai 557 juta ton.

Baca Juga: Perkuat manajemen, PLN angkat Yuddy Setyo jadi Dirut Icon, Iwan Agung tetap Dirut PJB

Sedangkan pada tahun lalu, produksi KPC dan Arutmin mencapai 86,3 juta ton atau setara dengan 14% realisasi batubara nasional yang sebesar 616 juta ton. Dari sisi produksi, Direktur dan Corporate Secretary BUMI DIleep Srivastava mengatakan, KPC lebih besar dari Arutmin. "Perkiraannya, KPC dibandingkan produksi Arutmin 70:30," kata Dileep saat dihubungi Kontan.co.id, akhir pekan ini.

Dari data yang dihimpun Kontan.co.id, produksi batubara dari KPC dan Arutmin berfluktuasi, meski selalu stabil di angka 80 juta ton atau lebih. Setidaknya sejak tahun 2015, produksi KPC dan Arutmin sebesar 80 juta ton. Lalu meroket setahun kemudian menjadi 86, juta ton. Pada tahun 2017 dan 2018, level produksi cukup stabil di angka 83,7 juta ton dan 83,3 juta ton.

Pada tahun lalu, produksi keduanya mencapai 86,3 juta ton. Sementara pada tahun ini, BUMI menargetkan KPC dan Arutmin bisa memproduksi 85-90 juta ton. KPC konsisten menjadi perusahaan yang memproduksi batubara terbesar, sedangkan Arutmin konsisten berada di jajaran 10 besar produsen batubara terbanyak di tanah air.

Seperti diketahui, Arutmin merupakan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang kontraknya akan segera berakhir pada 1 November 2020 mendatang. Sementara itu, kontrak KPC akan berakhir pada 31 Desember 2021.

Baca Juga: Laba bersih Darma Henwa (DEWA) melejit 159% di kuartal pertama 2020

Tambang KPC berlokasi di Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan luas wilayah mencapai 90.938 hektare (ha). Sementara tambang Arutmin berlokasi di Satui, Senakin, Batulicin, dan Asam-asam, Kalimantan Selatan dengan luas mencapai 57.107 ha.

Berdasarkan data Joint Ore Reserves Commite (JORC) Maret 2018, cadangan batubara Arutmin mencapai 213 juta ton dan memiliki sumber daya 1,66 miliar ton. Sementara KPC masih memiliki cadangan 1,07 miliar ton dan sumber daya 6,9 miliar ton.

BUMI sudah mengajukan perpanjangan izin dan perubahan status dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Namun, Dileep belum bersedia membuka Rencana Kerja Seluruh Wilayah (RKSW) yang diajukan Arutmin maupun KPC, termasuk dengan permohonan luas wilayah yang diajukan secara resmi. "Sisanya, menunggu keputusan resmi dari pemerintah," ungkapnya.

Sebelumnya, Dileep optimistis baik Arutmin maupun KPC bisa berubah status dari PKP2B menjadi IUPK sebagai kelanjutan kontrak, dengan mempertahankan luasan wilayah tambang. "Kami optimistis. Kami berharap dapat menerima keputusan formal final dari pihak berwenang untuk keduanya," ungkap Dileep.

Baca Juga: Peluang rebound batubara lebih besar di sisa 2020

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko sebelumnya menyampaikan, PT Arutmin Indonesia telah mengajukan perpanjangan pada Oktober 2019, sedangkan KPC pada Maret 2020.

Menurut Sujatmiko, saat ini pihaknya tengah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap permohonan yang diajukan oleh Arutmin. Evaluasi itu dilakukan oleh Tim Terpadu yang melibatkan wakil-wakil dari lintas kementerian/lembaga, serta akademisi.

Dia bilang, evaluasi yang terkait dengan aspek lingkungan dan administrasi dilakukan sesuai dengan peraturan yang suda ada saat ini. Sesuai ketentuan Pasal 112 B Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, evaluasi perpanjangan operasi PKP2B meliputi pemenuhan kewajiban administrasi, teknis, lingkungan dan finansial.

"Pemenuhan kewajiban tersebut dengan mengutamakan kepentingan nasional dan peningkatan penerimaan negara," ujar Sujatmiko.

Baca Juga: Begini strategi Delta Dunia makmur (DOID) untuk perbaiki kinerja di tahun Ini

Sedangkan evaluasi yang terkait dengan peningkatan penerimaan negara akan dikerjakan berdasarkan peraturan turunan dari UU Minerba baru yang saat ini sedang disusun oleh pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×