Reporter: Agung Hidayat | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyak pelaku industri yang sudah menargetkan kinerja bisnis untuk tahun 2020 harus kecewa. Adanya pandemi virus corona menekan segala lini ekonomi dan membuat sejumlah industri ambyar.
Shinta Kamdani, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan, kondisi saat ini baik suplai maupun demand mengalami shock yang luar biasa besar.
China sebagai negara yang terdampak pertama kali oleh wabah Covid-19 sempat menghentikan sementara lini produksi pabrikan. Ini membuat pasokan bahan baku industri dalam negeri harus mengalami gangguan.
Baca Juga: Respons BI pasca Kadin minta anggaran penanganan corona naik jadi Rp 1.600 triliun
Setelah pandemi menyebar ke seluruh dunia, pemberlakuan lockdown di sejumlah negara dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah wilayah Indonesia menyebabkan konsumsi masyarakat turut menurun.
Penurunan suplai dari segi bahan baku dan melemahnya permintaan terjadi hampir di semua sektor industri. "Dari segi suplai, industri farmasi misalnya yang sebagian besar bahan baku impor, tentu terpengaruh dengan kondisi ini, belum kurs dolar AS naik dan membuat harga jadi lebih mahal," kata Shinta kepada Kontan.co.id, Rabu (6/5).
Dari segi ekspor, penurunan yang dirasakan sangat signifikan di tengah situasi pandemi ini. Alhasil, Shinta menebak pertumbuhan industri di kuartal-II 2020 bisa lebih rendah dibandingkan kuartal-I tahun ini.
Asal tahu saja, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 hanya 2,97%.
Beberapa sektor yang terdampak virus corona dan mengalami penurunan paling tajam adalah pariwisata, transportasi, ritel hingga otomotif. "Industri manufaktur berpeluang tertekan seiring melemahnya konsumsi di tengah masyarakat," sebut Shinta.
Sedangkan sektor yang berpeluang bertahan atau tumbuh tipis adalah telekomunikasi, e-commerce maupun farmasi dan alat kesehatan. "Kalau farmasi tampaknya ada sedikit kenaikan, meski dengan pertimbangan berapa lama wabah ini berlangsung, kalau terlalu lama tidak baik juga," jelas dia.
Selain itu, momentum Lebaran yang terjadi pada kuartal II, tampaknya tak lagi mampu mengerek kenaikan konsumsi masyarakat.
Shinta pun menyebut, kebijakan yang diterbitkan pemerintah untuk menangani ekonomi akibat Covid-19 sebenarnya sudah tepat, misalnya subsidi kredit untuk KPR, UMKM dan kredit kendaraan bermotor. Hanya saja, pelaku industri juga berharap ada restrukturisasi kredit untuk pelaku industri sendiri selain konsumen.
Baca Juga: Ada pandemi Covid-19, pelaku industri mulai dari makanan hingga sawit pangkas target
Juga perlunya restrukturisasi tidak hanya diberikan kepada kredit yang eksisting saja namun juga untuk kredit baru. Industri perlu bantuan ini menurut Shinta, sebab seandainya wabah selesai dan situasi normal mereka banyak bisnis akan kembali rebound dan membutuhkan kembali modal kerja yang kuat.
Sekadar catatan, beberapa sektor industri diketahui telah merevisi target pertumbuhannya di tahun ini. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) misalnya yang di akhir tahun lalu sempat memproyeksikan volume penjualan kendaraan domestik sekitar 1,05 juta unit.
Jongkie Sugiarto, Ketua I Gaikindo mengatakan target tersebut sulit dikejar dengan situasi ini, oleh karenanya asosiasi memprediksi pasar mobil tahun 2020 hanya berada pada level 600.000 unit saja. Sementara itu dari sektor industri farmasi, PT Phapros Tbk (PEHA) diketahui tetap agresif dalam memproyeksikan pertumbuhan usahanya selama tahun 2020.
Manajemen perseroan membidik kenaikan penjualan hingga dobel digit dibandingkan tahun kemarin. Produk perseroan di segmen multivitamin memang mengalami lonjakan permintaan di saat pandemi berlangsung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News