Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif kembali mempertimbangkan hadirnya kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi (cost recovery) bagi wilayah kerja baru dan terminasi. Skema cost recovery tersebut akan menjadi opsi bersama sistem fiskal gross split bagi para investor migas.
Fleksibilitas dalam skema investasi tersebut ditargetkan dapat menjadi sinyal positif untuk meningkatkan investasi hulu migas di Indonesia. "Kami melalukan dialog dengan para investor di bidang migas. Kami tanyakan, mana yang prefer, ada dua (gross split dan cost recovery)," kata Arifin dalam keterangan resminya, Sabtu (30/11).
Opsi fleksibilitas skema investasi antara gross split dan cost recovery ini sebelumnya pernah disampaikan Arifin dalam rapat kerja dengan anggota Komisi VII DPR RI, Rabu (27/11). Arifin mengungkapkan, perlu ada evaluasi terhadap pola bisnis serta investasi di sektor migas. Evaluasi ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk segera memetakan regulasi yang menghambat laju investasi.
Baca Juga: Pemerintah berikan perpanjangan setahun Blok NSB
Menurut Arifin, kedua skema fiskal tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing - masing. Ada investor yang lebih memilih skema kontrak cost recovery untuk lapangan yang terletak di daerah sulit dan berisiko tinggi karena skema tersebut dinilai lebih rasional.
"Semakin risk dan daerah remote, mereka pilih PSC (cost recovery). Komponen PSC itu bisa reasonable. Itu kami sudah pengalaman PSC. Meski PSC juga ada satu keluhan, tiap tahun perlu di-review dan prosesnya lama," jelasnya.
Pemerintah mewajibkan perusahaan migas menerapkan skema gross split di wilayah kerja baru dan terminasi sejak 1 Januari 2017. Hingga saat ini, sudah ada 45 WK migas yang menggunakan skema tersebut, yakni 17 WK hasil lelang, 23 WK terminasi dan 5 WK amandemen.
Dari jumlah tersebut, pemerintah memperoleh dana eksplorasi sebesar US$ 2,71 miliar atau sekitar Rp 40,7 triliun. Sementara untuk bonus tanda tangan sebesar US$ 1,19 miliar atau sekitar Rp 17,8 miliar.
Skema gross split dianggap lebih cocok untuk wilayah kerja eksisting karena memiliki tingkat kepastian bisnis yang lebih tinggi. "Kalau gross split kan mereka senang terutama eksisting field, karena sumbernya sudah jelas, potensi jelas dan risk-nya kurang," ungkap Arifin.
Baca Juga: Perpanjangan kontrak Blok North Sumatera B yang Dikelola Pertamina Hulu Energi, Alot
Melihat pertimbangan tersebut, pemerintah tengah mengkaji kedua penawaran ini lantaran banyaknya masukan dari para pelaku bisnis agar memperbaiki regulasi mengenai skema perhitungan bagi hasil yang terbuka.
"Jadi ke depan kita lakukan perbaikan dan kami terbuka dengan investor. Kita sedang membahas revisi Permen ESDM," tandas Arifin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News