Reporter: Azis Husaini, Agustinus Beo Da Costa | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Jepang beberapa waktu lalu rupanya juga membawa misi dagang gas. Salah satu agendanya adalah menjual gas alam atau liquefied natural gas (LNG) Blok Tangguh ke Kansai Electric Power dengan kontrak selama 22 tahun.
Indonesia akan memenuhi kontrak itu dengan cara mengalihkan jatah Sempra Energy LNG Corp asal Amerika Serikat. Sempra saat ini menguasai kontrak pembelian LNG sebanyak 3,7 juta ton per tahun dari Tangguh, selama tahun 2010-2035. Persoalannya, mulai tahun 2014, Sempra tak mengambil jatah tersebut. Oleh sebab itu, Indonesia mengalihkannya ke Kansai.
Kabar yang sampai ke KONTAN, salah satu agenda kunjungan Presiden SBY ke Jepang beberapa waktu lalu adalah dalam rangka memuluskan penjualan LNG tersebut. Benarkah? "Indonesia dan Jepang itu sudah lama berkomitmen dalam bisnis, jadi Jepang percaya Indonesia bisa memenuhi LNG jangka panjang," kata Zuldadi Rafdi, Kepala Subbagian Komunikasi dan Protokol Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), kepada KONTAN, Kamis (19/12), diplomatis.
Dia menyatakan, keputusan Sempra menghentikan pembelian gas Blok Tangguh sebenarnya masuk akal. Suplai gas di AS sedang banyak sehingga harga turun menjadi US$ 5 per mmbtu. "Akhirnya kami minta Sempra mencari pengganti," ungkap Zuldadi.
Sayang, lama ditunggu, Sempra tak kunjung mendapatkan pembeli pengganti. Akhirnya, pemerintah, SKK Migas, dan BP (pengelola Blok Tangguh) mencari pembeli sendiri. "Kami pun menjualnya ke Kansai selama 22 tahun," ungkap dia. Kansai mulai mendapat kiriman gas Blok Tangguh tahun 2014.
Zuldadi menyatakan, ada sejumlah alasan di balik pengalihan kontrak penjualan gas Blok Tangguh kepada Kansai. Salah satunya, Kansai berani berani membayar harga lebih tinggi dari harga pembelian Sempra yang berkisar antara US$ 7 per mmbtu-US$ 9 per mmbtu. "Saya belum tahu berapa harganya, tetapi harganya tinggi," kilah dia.
Kok, tak dijual ke lokal?
Sebagai gambaran, harga LNG tertinggi yang pernah dijual Indonesia adalah seharga US$ 16 per mmbtu. Gas itu berasal dari LNG Bontang.
Lepas dari urusan harga, keputusan pemerintah yang lebih suka menjual lagi gas Blok Tangguh ke luar negeri, sebenarnya mengundang rasa miris. Maklum, kebutuhan gas dalam negeri belum terpenuhi. Bahkan beberapa waktu lalu, Pertamina harus mengimpor gas dari Amerika Serikat demi memenuhi kebutuhan gas lokal mulai tahun 2018.
Zuldadi menampik anggapan pemerintah mengabaikan kepentingan dalam negeri. Dia menyatakan, tahun ini sekitar lima kargo gas Blok Tangguh sudah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, "FSRU Jawa Barat hanya mengambil 3 kargo," kata dia.
Tahun depan, Blok Tangguh mengalokasikan 12 kargo ke FSRU Jawa Barat dan delapan kargo ke FSRU Lampung yang mulai beroperasi tahun depan. "Jadi, untuk domestik saja sudah 20 kargo," kata dia.
Persoalannya, kata dia, tata niaga sektor hilir gas masih tumpang tindih. Infrastruktur distribusi gas (pipa gas) hingga ke industri pengguna gas juga masih minim. Alhasil, pemanfaatan gas di dalam negeri pun tak optimal.
Raksasa Listrik di Jepang
Kansai Electric Power Company merupakan salah satu perusahaan listrik raksasa di Jepang. Perusahaan ini memasok listrik untuk wilayah Kansai, Jepang.
Perusahaan calon pembeli gas alam dari Blok Tangguh itu memiliki pembangkit listrik yang berkapasitas total 35.760 Megawatt (MW). Kansai memiliki 164 pembangkit listrik, terdiri dari pembangkit listrik tenaga air, pembangkit barbahan bakar fosil, dan nuklir. Saat ini Kansai melayani sekitar 13,3 juta pelanggan di wilayah Kansai.
Sebelum kejadian bencana nuklir di Fukushima, sekitar 11 pembangkit listrik tenaga nuklir milik Kansai yang berada di sebelah utara Osaka dan Kyoto, menyuplai 50% listrik. Namun, setelah bencana nuklir tersebut pada Januari 2012, Kansai hanya mengoperasikan satu pembangkit listrik tenaga nuklir, dan bahkan menghentikan total pada Maret 2012. Masalah inilah yang menjadi alasan Kansai Electric memacu produksi listrik bertenaga gas alam.
Selain listrik, Kansai bergerak di bisnis penyediaan layanan informasi dan komunikasi dan industri yang berbasis teknologi komunikasi, serta bisnis properti. Kansai juga menggeluti bisnis televisi berbayar. Yang jelas, Kansai memiliki 57 anak usaha dan 36 perusahan afiliasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News