Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mie Gacoan baru-baru ini tersandung kasus pelanggaran hak cipta atas penggunaan musik dan/atau lagu tanpa izin di wilayah komersial.
Seiring mencuatnya isu tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DIJKI) Kementerian Hukum menegaskan kembali bahwa pada dasarnya negara telah menyediakan landasan hukum untuk penarikan royalti yang perlu dipatuhi pelaku usaha.
Pelaporan terhadap Mie Gacoan dilayangkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) pada bulan Mei 2025 lalu. Manajer Lisensi SELMI Vanny Irawan menyebutkan, saat ini pihaknya masih menunggu data outlet dari Mie Gacoan untuk mengalkulasikan jumlah royalti yang perlu dibayarkan.
Di luar itu, Vanny bilang, saat ini SELMI juga mengusut kasus serupa di berbagai bisnis lain, termasuk karaoke, lounge, dan lainnya yang menggunakan lagu dan/atau musik untuk kegiatan komersial.
Ia menegaskan, pada dasarnya SELMI hanya melaksanakan tugas sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
“Sesuai peraturan, LMKN ini tugasnya menghimpun dan mendistribusikan royalti. Setelah dana dihumpun, kami distribusikan ke anggota. Makanya musisi dan pelaku industri musik baiknya mendaftar menjadi anggota LMK,” kata Vanny kepada Kontan, Jumat (25/7/2025).
Baca Juga: Royalti Musik Cair, Pencipta Lagu dan Musisi Dapat Transferan Ratusan Juta dari WAMI
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu menegaskan bahwa peraturan tersebut merupakan kaidah utuh bersama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Keduanya merupakan kaidah utuh yang tak bisa dipisahkan. Pembayaran royalti dilakukan melalui LMKN dengan transparan, kalau ada yang mempertanyakan silakan cek kembali peraturan yang ada,” sebut Raizul dalam gelar wicara di Jakarta, Senin (28/7/2025).
Aturan yang dimaksud tertuang dalam Pasal 87 ayat 1 UU No. 28 Tahun 2014, yang menyebutkan bahwa hak ekonomi dapat diperoleh pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait jika sudah menjadi anggota LMK.
Dalam kasus Mie Gacoan, tarif royalti yang dikenakan dapat dihitung berdasarkan jumlah kursi, dengan perhitungan Rp 120.000 per kursi per tahun.
Baca Juga: Mie Gacoan Dilaporkan Menggunakan Musik Tanpa Izin, Begini Kronologinya
Jika Mie Gacoan tak kunjung memberikan data yang transparan terkait jumlah outlet untuk menentukan nominal royalti yang perlu dibayarkan, SELMI selaku LMK yang bertugas menuntut hukuman pidana sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pasal 117 ayat 2, yakni hukuman penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar rupiah.
Terkait itu, Razilu menegaskan, pembayaran royalti seharusnya dilakukan sesegera mungkin oleh pelaku usaha.
“Kalau ditanya kapan harus dibayar, jawabannya ya segera. Sudah ditegaskan juga di PP Nomor 56 Tahun 2021, pasar 3 ayat 1 bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial asal membayar royalti,” tegas Razilu.
Selanjutnya: Pendapatan Tumbuh, Tapi Laba Lautan Luas (LTLS) Turun 41,71% pada Semester I-2025
Menarik Dibaca: Telkom Hadirkan Layanan Digital untuk Efisiensi Koperasi Desa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News