Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mangkraknya dua kapal tanker pesanan Pertamina di galangan PT Multi Ocean Shipyard (MOS) anak usaha dari PT Soechi Lines Tbk (SOCI) memunculkan reaksi dari pemangku kepentingan bidang kemaritiman.
Lembaga National Maritime Institue (Namarin) menilai masalah tersebut tidak hanya berpotensi merugikan BUMN perminyakan tersebut, tetapi juga industri galangan kapal nasional.
Baca Juga: Cadangan migas di bawah 10 tahun, Pertamina EP butuh temuan baru
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, mengatakan bahwa dari sejarah lamanya pengerjaan, maka tidak masuk akal jika kapal Panjang dan Pangrango diselesaikan dalam waktu 9 bulan.
“Catatan laporan keuangan SOCI 31 Maret 2019 menulis, pengerjaan baru mencapai 92% dan 93%. Padahal bila ditilik dari pengalaman dengan kapal Pasaman, kapal tersebut membutuhkan waktu 19 bulan untuk menyelesaikan kapal dari tingkat penyelesaian 94% menjadi 100%," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima kontan.co.id , Selasa (4/2).
Menurut pantauannya, dua kapal pesanan Pertamina belum beranjak dari galangan kapal PT Multi Ocean Shipyard (MOS), walau telah diserahterimakan akhir tahun 2019 lalu. Padahal dua kapal dengan tonase 17.500 DWT itu harusnya diserahkan sejak tiga tahun lalu.
Baca Juga: Karantina di Natuna, Kemenkes: Kalau pagi, 238 WNI dicek panasnya
Jelasnya, kapal pertama yang diberi nama Pasaman diserahkan di bulan Mei 2018, tetapi sampai Oktober 2018 kapal tersebut tidak pernah meninggalkan galangan kapal MOS dan tidak dapat beroperasi. Sama halnya dengan kapal Panjang dan Pangrango yang telah diserahterimakan pada Desember 2019 masih mangkrak ditempat yang sama.
Ia mengkhawatirkan adanya permainan antara dengan surveyor, karena dalam proses delivery kapal, Pertamina mengandalkan surveyor untuk menilai apakah kapal sudah layak diserahterimakan atau belum. “Agak aneh karena semuanya seakan sudah diatur, tanggal delivery-pun hampir bersamaan dengan tanggal berakhirnya kontrak”, imbuhnya.
Hingga tanggal 30 Januari 2020 kedua kapal tersebut masih belum beroperasi dan masih mangkrak di galangan MOS. Karenanya, ia menilai patut dipertanyakan terkait sertifikasinya, padahal kedua kapal tersebut belum bisa beroperasi.
Baca Juga: Laba bersih Pertamina di 2019 anjlok menjadi US$ 2,1 miliar
Siswanto mempertanyakan sertifikasi kapal dilakukan oleh CLASS NK dan Pertamina mengandalkan Sertifikasi Class sebelum serah terima. "Apa Mungkin NK dan MOS bekerjasama agar kapal diterima oleh Pertamina," imbuhnya.
Ia berharap Pertamina mewaspadai ini dan mengambil langkah yang tepat demi menjaga kepentingan Pertamina sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News