Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna mengawal dan mengatasi berbagai kendala dalam program strategis percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT), Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM membentuk tim Satuan Tugas Tata dan Kelola Manajemen Risiko.
Satgas ini akan memantau setiap kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan melakukan kegiatan manajemen. Pencapaian utamanya adalah melaksanakan pemerintahan yang transparan dan bersih, sehingga Ditjen EBTKE bisa mencapai ISO 31000 sesuai standar manajemen risiko.
Sekretaris Direktorat Jenderal EBTKE M. Halim Sari Wardana menyampaikan, dengan adanya tim yang juga disebut satgas Governance, Risk, and Compliance (GRC) ini, maka Ditjen EBTKE dapat menginventarisasi semua hambatan, kendala, risiko dalam mencapai tujuan strategis pengembangan EBT di Indonesia.
Baca Juga: PLN belum berniat lakukan renegosiasi kontrak PPA pada pembangkit tua
“Tentunya ada risiko-risiko yang dapat menghambat tercapainya tujuan organsasi. Jadi kami upayakan untuk mampu dalam mengidentifikasi semua kendala serta melakukan pemantauan serta pengendalian tata kelola dan manajemen risiko untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkap Halim dalam siaran pers di situs Ditjen EBTKE, Rabu (5/8).
Ke depannya, pemerintah juga akan membentuk Satuan Tugas Kepatuhan dan Pengendalian sebagai tim yang memonitor secara khusus pelaksanaan program EBT.
Adapun tujuan dan kewenangan satgas yang dibentuk ini antara lain perbaikan tata kelola dan menyusun arah kebijakan, strategi, serta metodologi manajemen risiko; menyusun rencana kerja pelaksanaan tata kelola dan manajemen risiko; melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tata kelola dan manajemen risiko; melakukan identifikasi serta analisis terhadap pencapaian, sasaran program strategis, dan program prioritas; melakukan kegiatan pemantauan dan pengendalian tata kelola serta manajemen risiko; hingga wajib melakukan pelaporan 3 bulan sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Ketua Tim Satgas Tata dan Kelola Manajemen Risiko Qatro Romandhi menyebut, satgas ini tidak akan bisa berjalan sendiri. Oleh sebab itu dibutuhkan sinergi dari seluruh direktorat dalam pelaksanaannya.
Baca Juga: Perpres harga listrik EBT segera terbit, ini insentif yang disiapkan
Pihaknya merekomendasikan beberapa hal, seperti komitmen pimpinan, penetapan pedoman, dukungan organisasi baik dari sisi anggaran maupun sumber daya manusia yang berkompeten (tersertifikasi), penerapan monitoring dan evaluasi maksimal, serta manajemen risiko yang diintregasikan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan.
Tujuan dan penerapan manajemen risiko antara lain untuk meningkatkan pencapaian tujuan strategis dan kinerja, meningkatkan kualitas penerapan tata kelola dan manajemen risiko, meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi, serta memberikan dasar pada setiap pengambilan keputusan dan perencanaan.
Sementara itu, Kepala Subdit Keteknikan dan Lingkungan Panas Bumi yang juga Wakil Ketua II Tim Satgas Tata dan Kelola Manajemen Risiko Roni Chandra Harahap mengungkapkan, manajemen risiko merupakan sesuatu yang update dan dapat diterima secara luas atau global.
Pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 diperkenalkan pertama kali tentang istilah performance budgeting, risk thinking, penganggaran berbasis kinerja, dan pengambil keputusan berbasis risiko. Lalu, dikembangkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
“Dengan begitu Ditjen EBTKE perlu menerapkan perbaikan tata kelola manajemen risiko dari setiap elemen unit untuk meningkatkan pencapaian tujuan strategis kita,” jelas Roni.
Lebih lanjut, ia menjelaskan manfaat manajemen risiko di Ditjen EBTKE di antaranya adalah peningkatan kualitas mutu, mengurangi kejutan risiko yang tidak diinginkan, serta perlindungan kepada unit kerja dan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ditjen EBTKE memiliki target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Strategis (Renstra) berdasarkan dari tugas fungsi Ditjen EBTKE yang tentu memiliki risiko berupa ketidakpastian.
Risiko ini perlu dianalisis untuk dapat direspons. Ada empat jenis respons risiko seperti avoid, accept, transfer, dan reduce.
Sebagai contoh, identifikasi risiko pelaksanaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) EBT dengan menggunakan APBN antara lain dinilai dari sisi perencanaan, proses tender, kontrak, pelaksanaan, monitoring, pemeliharaan, pembayaran, dan serah terima aset.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News