Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
Adapun ruang lingkup nota kesepahaman antara Direktorat Jenderal EBTKE dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara meliputi kegiatan kajian, asistensi, dan pertukaran informasi dalam rangka Penerapan Konservasi Energi dan Pemanfaatan Energi Terbarukan Secara Berkelanjutan pada Bandar Udara.
Sementara itu, ruang lingkup nota kesepahaman antara Direktorat Jenderal EBTKE dengan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II meliputi:
- Pelaksanaan penelitian, pertukaran informasi dan pengembangan teknologi terkait konservasi energi di bandar udara yang dikelola PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II
- Pemanfaatan energi terbarukan pada bandar udara yang dikelola PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II;
- Peningkatan efisiensi energi pada bandar udara yang dikelola PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, termasuk di dalamnya manajemen energi dan kontribusi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK);
- Green Airport/Eco Airport atau Bandar Udara Ramah Lingkungan.
Pemerintah terus mendorong dan membina para pengguna energi agar melaksanakan konservasi energi dalam pemanfaatannya. Banyak hal yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan energi, khususnya pada subsektor bangunan gedung, antara lain dengan menerapkan sistem manajemen energi dan memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti energi surya.
Baca Juga: Beda tafsir bauran EBT 23% pada 2025, begini versi METI dan pemerintah
Pengelolaan operasional bandara-bandara komersil di Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar jika dibandingkan dengan jenis bangunan lain pada subsektor bangunan gedung, seperti hotel, perkantoran dan pusat perbelanjaan.
Bandar udara praktis tidak pernah berhenti beroperasi dalam melayani jalannya lalu lintas udara, sehingga konsumsi energi terutama listrik tentu sangat besar.
Selain itu, bandara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, maupun UPT Ditjen Perhubungan Udara juga memiliki potensi luasan lahan maupun atap bangunan yang sangat memungkinkan untuk dipasang sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Oleh karena itu, potensi ini harus dimanfaatkan secara maksimal agar bisa menjadi sumber penyuplai energi listrik yang lebih ramah lingkungan bagi bandara, sekaligus bisa mengurangi beban tagihan listrik kepada PLN.
"Konsumsi energi nasional didominasi energi fosil yang cadangannya semakin terbatas. Usaha-usaha konservasi energi perlu digiatkan untuk menjadi solusi yang tepat dalam menghadapi krisis pasokan energi. Menghemat listrik 1 Watt lebih cepat dan murah daripada memproduksi listrik 1 Watt," pungkas Sutijastoto.
Selanjutnya: ESDM dorong pengembangan smart grid sebagai inovasi di sektor ketenagalistrikan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News