kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian ESDM tunda proses lelang tambang hingga akhir tahun


Selasa, 17 September 2019 / 17:43 WIB
Kementerian ESDM tunda proses lelang tambang hingga akhir tahun
ILUSTRASI. Pertambangan nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO)


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Mineba) menunda proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Sebab, hingga kini belum ada satu pun WIUPK yang terbebas dari persoalan hukum dan adminisrtasi.

Pada tahun ini, Kementerian ESDM awalnya berencana untuk melelang dua WIUPK sisa dari penawaran prioritas tahun lalu. Yakni tambang nikel Suasua dan Latao. Kementerian ESDM bahkan sudah menerbitkan pengumuman pra-lelang untuk WIUPK Suasua sejak 8 Juli 2019 lalu. Namun, proses lelang tak bisa berlanjut lantaran kedua WIUPK tersebut terganjal kasus hukum.

Baca Juga: Lelang lahan tambang nikel Suasua di Kolaka masih terganjal hukum

"Sementara pending, dua-duanya ditunda," kata Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung kepada Kontan.co.id, Selasa (17/9).

Sayangnya, Wafid tidak bisa menentukan jangka waktu penundaan proses lelang . Namun, Wafid memperkirakan penundaan proses lelang ini bisa berlangsung hingga akhir tahun 2019 ini. "Bisa jadi (ditunda) sampai akhir tahun," imbuhnya.

Dengan begitu, Kementerian ESDM belum bisa memastikan apakah pada tahun ini akan ada lelang blok tambang, atau tidak. Alhasil, hingga saat ini belum ada satu pun wilayah tambang yang siap untuk diolah dari 16 WIUP/WIUPK yang ditawarkan sejak tahun 2018 lalu.

Asal tahu saja, pada tahun lalu Kementerian ESDM menggelar penawaran prioritas terhadap enam WIUPK. Pada saat itu, dua WIUPK yakni Matarape di Sulawesi Tenggara dan Bahodopi Utara di Sulawesi Tengah sebetulnya sudah dimenangkan PT Aneka Tambang Tbk. Namun, hingga kini nasib kedua blok tambang nikel itu masih menggantung lantaran terganjal maladministrasi di Ombudsman.

Baca Juga: Banyak Masalah, Lelang Wilayah Tambang Terus Terganjal

Selanjutnya, ada dua WIUPK, yaitu Kolonodale (nikel) di Morowali Utara dan WIUPK Rantau Pandan (batubara) di Bungo yang masih terkendala secara administrasi. Sedangkan WIUPK Suasua dan Latao yang pada tahun lalu tidak memiliki peminat, rencananya akan dilelang terbuka kepada badan usaha swasta di tahun ini.

Sayangnya, Wafid mengungkapkan bahwa kedua blok tambang nikel tersebut terkendala masalah yang sama. Wafid bilang, di dalam WIUPK Suasua dan Latao terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang perizinannya sudah dicabut oleh Pemerintah daerah (Pemda) setempat.

Namun, IUP yang bersangkutan menuntut Pemda atas pencabutan tersebut, sehingga terjadi sengketa yang hingga kini masih berproses di pengadilan. Wafid menyebut, adanya sengketa hukum tersebut sebelumnya tidak terdeteksi oleh Direktorat Minerba Kementerian ESDM.

Padahal, proses penetapan sebagai WIUPK sudah berlangsung sejak tahun 2015 dan disetujui oleh Menteri ESDM pada 2017. "Daerah juga nggak menginformasikan. Kita anggap nggak ada masalah, sudah clear, makannya kita usulkan ke Menteri untuk ditetapkan (jadi WIUPK). Eh, ujungnya ada masalah," terang Wafid.

Dalam hal ini, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko berpendapat, kendala utama dalam lelang tambang ialah masalah kepastian hukum. Khususnya soal tumpang tindih wilayah yang membuat minat investasi menjadi terhambat.

Baca Juga: Kepastian hukum dan KDI yang mahal jadi kendala lelang Blok Tambang

Sukmandaru bilang, wilayah dan dokumen administrasi yang sudah Clean and Clear (CnC) menjadi tolok ukur bagi para investor untuk berinvestasi pada pengelolaan blok tambang.

"Harapan para investor tentunya saat mendapatkan wilayah tambang melalui lelang bisa langsung bekerja, bukan harus mengurus izin dan masalah tumpang tindih," kata Sukmandaru ke Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.

Selain itu, Sukmandaru menilai Kompensasi Data Informasi (KDI) yang ada saat ini terlalu mahal, mengingat wilayah tambang yang ditawarkan baru pada tahap eksplorasi. "KDI belum reasonable, nilainya tinggi dan basisnya tidak jelas," ungkapnya.

Baca Juga: Lelang bermasalah, Kementerian ESDM tunda tender tambang nikel Latao

Padahal, Sukmandaru menekankan bahwa eksplorasi dan pembukaan area baru pertambangan sangat diperlukan. Ia bilang, eksplorasi diperlukan untuk menjaga neraca sumber daya dan cadangan yang saat ini terus berkurang lantaran produksi terus digenjot.

Di samping itu, eksplorasi ini bisa menggenjot investasi di sektor tambang minerba. "Ini akan menarik investor. Tapi saat ini eksplorasi berjalan lesu sehingga minim penemuan baru," kata Sukmandaru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×