Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) belum bisa segera melelang blok tambang nikel Latao. Sebabnya, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang berada di Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara itu masih terganjal masalah hukum.
Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung menerangkan, masalah hukum itu timbul lantaran di dalam WIUPK Latao terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi.
Akan tetapi, terjadi persengketaan hukum lantaran IUP tersebut dicabut oleh pemerintah daerah (Pemda), dan pemegang IUP yang bersangkutan menuntut Pemda atas pencabutan izin tersebut. Sayang, Wafid tidak menerangkan detail perkara yang dimaksud.
Hanya saja, Wafid beralasan bahwa pada saat penentuan lelang WIUPK Latoa melalui Keputusan Menteri (Kepmen), Kementerian ESDM tidak mendeteksi adanya permasalahan hukum lantaran tidak ada penjelasan terperinci dari pihak Pemda.
"Itu kan IUP daerah, sehingga tidak terdeteksi saat kami menyiapkan Kepmen (untuk lelang). Memang tidak ada indikasi dari daerah, setelah muncul Kepmen, masalah baru terlihat," terang Wafid saat ditemui belum lama ini.
Alhasil, WIUPK Latao pun belum bisa dilelang. Padahal, sebelumnya Kementerian ESDM menargetkan bisa melelang dua WIUPK pada Semester I tahun ini, yakni Suasua dan Latao. Atas kendala itu, saat ini Kementerian ESDM hanya melelang WIUPK Suasua, yang proses lelangnya telah dibuka pada 8 Juli 2019 lalu.
Wafid bilang, WIUPK Suasua pun sebenarnya memiliki persoalan hukum yang sama seperti di WIUPK Latao, yang mana masalah hukum baru terdeteksi setelah Kepmen lelang diterbitkan.
Kendati demikian, Wafid memastikan bahwa lelang masih tetap berjalan sesuai rencana. Wafid bilang, satu blok tambang yang berperkara di dalam WIUPK Suasua tidak akan dilelangkan sampai masalah hukum selesai dan berkekuatan hukum tetap.
"Jadi untuk WIUPK Suasua masih sesuai rencana, kita lihat perkembangannya setelah 20 hari dari pengumuman," ungkapnya.
Sebagai informasi, WIUPK Latao memiliki luas 3.148 hektare (ha), sementara WIUPK Suasua memiliki luas 3.148 ha. Keduanya merupakan tambang nikel yang berada di Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara.
Merujuk pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 1805.K/30/MEM/2018, nilai Kompensasi Data Informasi (KDI) untuk WIUPK Suasua sebesar Rp. 984,85 miliar, sedangkan untuk WIUPK Latao senilai Rp. 414,8 miliar.
Keduanya, adalah bagian dari enam WIUPK yang dilelang Kementerian ESDM pada tahun 2018 lalu. Namun, WIUPK Suasua dan Latoa menjadi WIUPK tidak diminati pada lelang tahun lalu.
Adapun, WIUPK lainnya adalah WIUPK Matarape (nikel) di Sulawesi Tenggara dan WIUPK Bahodopi Utara di Sulawesi Tengah yang sudah dimenangkan PT Aneka Tambang Tbk, namun masih terganjal maladministrasi di Ombudsman. Selanjutnya adalah WIUPK Kolonodale (nikel) di Morowali Utara dan WIUPK Rantau Pandan (batubara) di Bungo, yang mana keduanya masih terkendala administrasi.
Lelang Tahap II Masih Menggantung
Wafid pun sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan empat WIUPK untuk dapat ditawarkan dalam lelang tahap II tahun 2019. Wafid tak menerangkan detail lokasi WIUPK yang dimaksud. Hanya saja, ia mengatakan pihaknya tengah melakukan kajian lapangan, teknis dan juga penetapan KDI.
Akan tetapi, Wafid belum bisa memastikan kapan lelang tahap II itu akan digelar. Ia bilang, pihaknya tidak akan terburu-buru, serta akan lebih berhati-hati supaya wilayah tambang dan proses lelang tidak terganjal proses hukum.
"Jadi kita selesaikan Lelang Tahap I dulu, Suasua. Setelah itu nanti kita lihat bagaimana, yang jelas kalau ada masalah di pengadilan harus sudah inkrah," tandas Wafid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News