Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah melanjutkan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau harga gas murah untuk industri menuai pro dan kontra.
Program ini di satu sisi memberikan daya saing industri dalam negeri. Namun sisi lain mengurangi penerimaan negara dan dinilai merugikan hulu minyak dan gas (migas).
Sebelumnya, pemerintah memastikan akan melanjutkan program harga gas murah untuk industri. Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas terkait dengan HGBT di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7).
"Keputusannya HGBT itu dilanjutkan pada sektor eksisting, yaitu yang sekarang tujuh sektor penerima," kata Airlangga, Senin (8/7).
Ketua Umum Ikatan Perusahaan Gas Indonesia (IPGI) Eddy Asmanto mengatakan, pemerintah perlu memberikan informasi yang benar apakah kebijakan harga gas murah yang penerapannya telah berjalan selama 4 tahun sudah mencapai sasaran yang diharapkan atau tidak.
Sebab, belum ada evaluasi yang kuantitatif atas manfaat yang diperoleh negara terhadap hilangnya pendapatan di sektor hulu.
"Kebijakan HGBT saat itu dibuat karena adanya kondisi pandemi Covid-19 yang sekarang sudah berakhir, sehingga mestinya dikembalikan dalam kondisi normal," kata Eddy kepada Kontan, Selasa (9/7).
Baca Juga: Usulan Regulasi DMO Gas Murah untuk Industri 60%, Ancam Investasi di Hulu Migas
Eddy menuturkan, yang paling berdampak negatif atas kebijakan harga gas murah adalah pelaku usaha hilir migas seperti perusahaan gas.
Sebab, di sektor hulu yang dikurangi adalah pendapatan negara, bukan pendapatan pelaku usaha hulu migas (K3S). Sedangkan pelaku usaha hilir dikurangi pendapatannya untuk mematok harga US$ 6 bagi pengguna gas bumi.
"Jadi seandainyapun diperpanjang, perlu dilakukan peninjauan kembali struktur harga pembentuk HGBT," tandas Eddy.
Sementara, Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menyambut baik keputusan pemerintah yang melanjutkan kebijakan harga gas murah. Walau begitu, evaluasi tetap harus dilakukan agar kebijakan ini bisa mendatangkan manfaat yang optimal bagi setiap sektor industri penerimanya.
Ketua Umum FIPGB Yustinus Gunawan mengatakan, para pelaku usaha mengapresiasi komitmen pemerintah yang mendukung eksistensi industri manufaktur sebagai fondasi ekonomi negara. Kelanjutan HGBT pun telah mengembalikan kepercayaan pelaku usaha dan investor, sehingga mereka tidak lagi dalam posisi wait and see.
Ekonom Energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto menilai kebijakan harga gas murah dengan tujuan memberikan insentif dan daya saing industri tidak tepat.
"Kebijakan direct fiscal incentives berupa keringanan pajak secara langsung dan pembebasan pajak jenis tertentu untuk periode tertentu lebih tepat," ungkapnya kepada Kontan, Selasa (9/7).
Dengan kebijakan tersebut, kata Pri, tidak akan menurunkan penerimaan negara dari hulu migas, iklim investasi untuk industri midstream dan upstream migas juga bisa lebih sehat.
Tapi kalau pemerintah tetap melanjutkan kebijakan harga gas murah, ada penerimaan negara yang langsung hilang dari selisih harga gas yang ada.
Senada, pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada bilang keputusan perpanjangan HGBT tidak tepat. Jikapun dilanjutkan semestinya diberikan kepada PLN dan Pupuk saja yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat.
"Dengan perpanjangang HGBT, penerimaan negara berkurang dan tujuan persaingan industri juga tidak begitu efektif dan berhasil," tutur Fahmy kepada Kontan, Selasa (9/7).
Baca Juga: Kemenperin Usulkan Regulasi Gas Bumi Industri dan Kelistrikan, Ada Ketentuan DMO 60%
Berbeda, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal merespons positif keberlanjutan harga gas murah. Sebab, kebijakan ini untuk mendorong industri sehingga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Aspermigas melihat tidak semata-mata penerimaan negara hilang, sebab multiplier effectnya seperti menciptakan lapangan kerja dan ada pendapatan berupa pajak dari industri.
"Dilanjutkan oleh pemerintah, artinya pemerintah menganggap program ini efektif," tutur Moshe kepada Kontan, Selasa (9/7).
Seperti diketahui, program harga gas murah untuk industri ini bakal berakhir pada tahun 2024. Nah, saat ini, ada tujuh sektor industri yang menerima program HGBT. Masing-masing adalah indus- tri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Ketujuh sektor industri itu mendapatkan harga gas sebe- sar US$ 6 per million british thermal unit (MMBTU). Hal itu tercantum dalam Peratur- an Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News