Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fesyen merupakan bagian tak terpisahkan dari gaya hidup masyarakat. Selain sebagai sarana ekspresi diri dan identitas, busana juga mencerminkan budaya suatu kelompok. Tak heran jika tren fesyen berubah dengan sangat cepat.
Namun demikian, PT Mega Perintis Tbk berhasil bertahan di tengah ketatnya persaingan industri fesyen ritel.
Emiten berkode saham ZONE ini memulai kiprahnya sebagai usaha konfeksi rumahan pada 1999.
Baca Juga: Intip Strategi Mega Perintis (ZONE) yang Targetkan Laba Melonjak 391,8% di 2025
Pada 2005, Mega Perintis resmi masuk ke bisnis ritel dengan meluncurkan sejumlah merek seperti Manzone, MOC, dan Ollo.
Selanjutnya, perusahaan memperluas portofolio dengan menghadirkan merek lain seperti Men's Top dan Fake London.
Pada 2013, Mega Perintis mendirikan anak usaha PT Mitrelino Global yang fokus pada ritel merek-merek internasional.
Di tahun yang sama, perusahaan juga menjadi pemegang lisensi merek Basic House dari Korea dan membuka gerai Nike di Indonesia.
Setahun kemudian, Mega Perintis mendirikan PT Mega Putra Garment yang berfokus pada lini manufaktur, termasuk pembangunan pabrik di Pemalang serta peluncuran brand Batik's Plus.
Hingga saat ini, ZONE telah mengelola sekitar 551 gerai, yang terdiri atas 225 gerai milik sendiri, 281 konter di department store, serta 45 outlet dan bazar.
Baca Juga: Mega Perintis (ZONE) Incar Kenaikan Laba 391,87% pada 2025, Begini Strateginya
Meski ekspansi terus berjalan, pada tahun 2025 ZONE memutuskan untuk menonaktifkan anak usahanya, PT Mitrelino Global.
Direktur Mega Perintis Luki Rusli menegaskan bahwa langkah ini tidak akan berdampak terhadap kinerja perseroan.
“Ini bukan penutupan, melainkan pengalihan operasional ke induk usaha, Mega Perintis, karena kesamaan bidang usaha,” jelas Luki dalam paparan publik virtual, Rabu (4/6).