kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.415.000   -13.000   -0,54%
  • USD/IDR 16.600   -6,00   -0,04%
  • IDX 8.089   173,32   2,19%
  • KOMPAS100 1.119   28,59   2,62%
  • LQ45 796   23,97   3,10%
  • ISSI 285   3,86   1,37%
  • IDX30 415   14,34   3,58%
  • IDXHIDIV20 470   17,22   3,80%
  • IDX80 124   2,97   2,46%
  • IDXV30 133   4,48   3,48%
  • IDXQ30 131   4,31   3,39%

Kimia Farma gandeng Mitsui genjot kapasitas produksi


Minggu, 07 Agustus 2011 / 18:06 WIB
Kimia Farma gandeng Mitsui genjot kapasitas produksi
ILUSTRASI. Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT. Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Edy Can

JAKARTA. PT Kimia Farma Tbk (KAEF) menggandeng Mitsui Grup untuk meneliti pengelolaan limbah cair hasil penyulingan yodium. Riset ini bertujuan untuk meningkatkan produksi yodium. Maklum saja, selama ini pengelolaan limbah cair menjadi penghambat utama emiten farmasi itu untuk menggenjot produksinya.

Dengan adanya riset ini, KAEF berharap bisa mengembangkan penginjeksian kembali limbah cair yodium ke dalam tanah sehingga tidak menghambat ekspansi maupun merusak lingkungan. Riset ini akan mulai dilakukan Agustus ini dan diharapkan selesai akhir 2011.

Biayanya mencapai sekitar Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar. Direktur Utama KAEF Syamsul Arifin menuturkan, biaya ini ditanggung sebagian oleh KAEF dan Mistsui. Komposisinya 10% dari KAEF dan sisanya oleh Mistui.

Syamsul mengatakan, KAEF bakal meningkatkan kapasitas produksi yodium jika riset ini berhasil. Hingga saat ini, kapasitas produksi yodium KAEF baru mencapai 100 ton per tahun. Nantinya, KAEF menargetkan kapasitas produksi bisa menjadi 500 ton per tahun.
Ekspansi itu bakal dilakukan dengan cara menambah populasi sumur penyulingan yodium baik yang dangkal maupun dalam.
Saat ini, KAEF baru memiliki 8-10 unit sumur dangkal dan 3-4 unit sumur dalam yang semuanya berada di Jombang, Jawa Timur. "Selepas riset itu, populasi sumur terutama yang dalam bakal bertambah," jelas Syamsul kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

KAEF ngebet meningkatkan kapasitas produksi lantaran permintaan yodium dunia terus meningkat. Permintaan itu datang dari berbagai industri seperti farmasi, elektronik, maupun makanan dan minuman. Di sisi lain, deposit yodium dunia terus menyusut dari tahun ke tahun.

Hal ini kemudian membuat harga yodium terus melonjak. Pada tahun 2010, harga yodium di pasar global masih sekitar US$ 30 per kilogram (kg). Saat ini, harga itu melonjak dua kali lipat menjadi US$ 60 per kg.

Syamsul bilang, KAEF akan fokus memasarkan produknya ke Jepang. Ini lantaran permintaan yodium dari Negeri Sakura ini sangat tinggi karena perkembangan beberapa industri seperti teknologi informasi dan elektronik di sana terus tumbuh.

KAEF sebenarnya pernah mengirim yodium ke kawasan lain seperti Eropa. Namun, negara-negara di sana sangat rewel pada kualitas yodium yang dibelinya. Mereka selalu menuntut diberikan yodium dengan kualitas tertinggi. Tapi, tuntutan itu tidak sebanding dengan harganya. Konsumen Eropa meminta harga yodium serendah-rendahnya meski kualitasnya bagus. "Berat bagi kami mengekspor ke sana," kata Syamsul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×