Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatatkan pertumbuhan penjualan listrik yang melambat pada periode Kuartal I tahun ini. Hal itu sejalan dengan anjloknya konsumsi listrik, khususnya dari segmen pelanggan industri dan bisnis yang terhantam efek Corona.
Pengamat Kelistrikan dari Universitas Indonesia Iwa Gumiwa menjelaskan, pertumbuhan konsumsi listrik sangat bergantung terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Saat kondisi biasa saja, penjualan listrik dari perusahaan setrum plat merah itu meleset dari target dan lebih rendah pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Penurunan harga gas dinilai dapat tingkatkan daya saing industri lokal
Pandemi corona dan dampak yang ditimbulkannya tentu memperparah kondisi tersebut. Apalagi, pandemi Corona sangat memukul perekonomian di Pulau Jawa yang merupakan pusat industri dan bisnis. Hal itu secara otomatis membuat konsumsi listrik di sistem kelistrikan Jawa, Madura dan Bali (Jamali) akan merosot.
"Yang sangat terkena dampaknya lebih besar di Sistem Jamali, karena industri, komersial dan bisnis persentasinya terbesar, dibandingkan wilayah lainnya," kata Iwa saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (15/4).
Kondisi itu, sambungnya, jelas akan berdampak negatif terhadap kinerja keuangan PLN. Dengan penjualan setrum yang merosot, PLN pun bakal mencatatkan kerugian sebagai imbas dari potensi pendapatan yang hilang atas penjualan listrik.
Iwa bilang, pendapatan dari segmen penjualan listrik berkontribusi sangat signifikan dan tidak dapat ditutupi oleh pendapatan dari segmen bisnis lainnya, misalnya di bisnis jaringan teknologi dan komunikasi yang dikelola oleh anak usaha PLN, ICON+, atau anak-anak perusahaan PLN non-penjualan listrik lainnya yang kontribusinya masih mini.
Baca Juga: Sah! Harga Gas US$ 6 per mmbtu bagi tujuh sektor industri
Iwa menaksir, potensi kerugian PLN akibat penurunan konsumsi listrik ini berkisar di angka Rp 6,3 triliun dalam satu Kuartal. "Angka pastinya belum ada hitungannya, perlu data lagi untuk lebih akurat. Tapi kerugian bisa Rp 6,3 triliun per kuartal, bisa lebih dari itu," kata Iwa.
Kas PLN pun akan semakin terbebani. Sebab, pemerintah telah menerbitkan kebijakan berupa insentif tagihan listrik. Yakni dengan membebaskan biaya selama tiga bulan untuk pelanggan golongan 450 Volt Ampere (VA) dan potongan 50% bagi pelanggan 900 VA subsidi.
Menurut Iwa, salah satu acara untuk mengurangi beban keuangan PLN ialah dari sisi biaya bahan bakar, khususnya untuk pembelian minyak dan gas yang saat ini harganya sedang turun di pasaran. Apalagi, pemerintah juga sudah mengeluarkan aturan tentang harga gas US$ 6 per mmbtu untuk kelistrikan PLN. "Dengan begitu akan memberikan kontribusi positif bagi PLN," ungkap Iwa.
Sebagaimana yang telah diberitakan Kontan.co.id, dalam periode Kuartal I ini, realisasi penjualan listrik PLN sebanyak 61,15 Terawatt Hour (TWh). Jumlah itu memang masih tumbuh 4,61% dibanding realisasi pada Kuartal I 2019 yang sebesar 58,46 TWh.
Baca Juga: Ada peluang diskon tarif listrik untuk pelanggan PLN 1.300 VA
Namun, pertumbuhan penjualan listrik PLN melambat seiring dengan konsumsi listrik yang merosot akibat pandemi Corona. Pada Kuartal I 2019, penjualan listrik PLN masih bisa tumbuh 5,49% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Penurunan konsumsi listrik terutama terjadi di segmen pelanggan bisnis dan industri. Hingga Kuartal I, konsumsi listrik di segmen bisnis hanya tumbuh 4,07%. Segmen industri lebih parah, karena hanya mampu tumbuh sebesar 0,13%.
Lonjakan konsumsi listrik terjadi di segmen rumah tangga yang tumbuh sebanyak 7,54%, seiring dengan kebijakan Work From Home. "Jelas, ada perlambatan (pertumbuhan penjualan listrik) karena Corona. Efek pandemi menjadi faktor utama turunnya pertumbuhan segmen bisnis dan industri," kata Edison kepada Kontan.co.id, Senin (13/4).
Edison memaparkan, perlambatan konsumsi terasa signifikan di bulan Maret yang hanya tumbuh 2,36% jika dibandingkan konsumsi listrik pada Maret tahun lalu. Pada bulan Maret, konsumsi listrik di segmen bisnis tumbuh negatif 0,88%, sementara industri minus 2,71%.
Baca Juga: Menteri ESDM teken beleid harga gas bagi 7 sektor industri dan kebutuhan PLN
Sementara itu, Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura dan Bali PLN Haryanto WS mengungkapkan, beban puncak di sistem kelistrikan Jawa-Bali kini menjadi 23.700 Megawatt (MW). Jumlah itu turun 11,2% dibandingkan beban dalam kondisi normal.
Menurutnya, merosotnya beban listrik di sistem Jawa-Bali sangat terasa sejak pekan ketiga bulan Maret seiring dengan turunnya konsumsi listrik, khususnya dari segmen bisnis dan industri. "Beban turun bertahap sejak tanggal 16 Maret," kata Haryanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News