Reporter: Mona Tobing | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Penolakan akan produk minyak sawit oleh Eropa kian tinggi. Penggunaan label 'No Palm Oil' di Eropa meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini tentu merugikan Indonesia sebagai produksi minyak sawit terbesar di dunia.
Kampanye negatif terkait produksi minyak sawit dilakukan negara Eropa dengan mengangkat isu perusakan lingkungan dan isu kesehatan mendorong tingginya penggunaan label 'No Palm Oil'. Dalam catatan Direktorat Jenderal Pengolanan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian mencatat pada tahun 2013 ada 318 produk asal Eropa mencantumkan label “No Palm Oil”. Kemudian tahun 2014 penggunaan label “No Palm Oil” mencapai 687 produk atau meningkat sebesar 116%.
Kondisi ini tentu merugikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit dunia. Meskipun pasar minyak sawit ke Eropa masih berkisar 3% sampai 4%. Namun jika tidak ditangani bukan tidak mungkin negara lain akan turut menerapkan label 'No Palm Oil'.
Yusni Emilia Harahap, Direktorat Jenderal P2HP mengatakan, Pemerintah terus berupaya untuk mengenalkan bahwa industri minyak sawit asal Indonesia telah mencapai suistanable. Hal ini dengan semakin giatnya Pemerintah untuk memandatori perusahaan kelapa sawit memiliki sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil atau ISPO.
"Petani juga akan kami fasilitasi ISPO. Sambil berjalan kami juga akan mendorong duta besar di negara-negara mengenalkan produk sawit Indonesia tidak merusak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan. Ini sebenarnya hanya masalah dagang," tandas Emilia.
Disamping melakukan sosialisasi, pemerintah terus memperluas pasar minyak sawit dalam negeri dengan kebijakan penggunaan bahan bakar nabati di bahan bakar minyak dari 10% (B10) menjadi 15%, dan tahun depan menjadi 20%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News