Reporter: Agung Hidayat | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lesunya pasar otomotif nasional dan sektor tambang batubara turut mempengaruhi bisnis truk heavy duty. Meski demikian pelaku industri masih melihat ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengerek penjualan di tahun ini.
Menurut Jongkie Sugiarto, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Indonesia (Gaikindo), penjualan truk kelas berat biasanya tergantung pada harga komoditas. "Kalau harga meningkat, maka kebutuhan kendaraan niaga ini juga meningkat," kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (11/2).
Walau bisnis komoditas batubara belum pulih, Agen Pemegang Merek (APM) truk dapat melihat prospek di komoditas lain contohnya agribisnis. Dengan mandatory bahan bakar B30, Jongkie akui bahwa bisnis minyak sawit atau crude palm oil (CPO) berpeluang mendorong permintaan truk di sektor tersebut.
Baca Juga: Hexindo Adiperkasa (HEXA) bidik penjualan alat berat ke sektor non batubara
Selain itu peluang baru dapat tercipta lewat dibentuknya aturan pengendalian angkutan barang berupa truk dengan kondisi over dimension over loading (ODOL). "Adanya penertiban ODOL , maka ada kemungkinan kebutuhan akan truk juga meningkat," ujar Jongkie.
Sebab, apabila saat ini pengusaha bisa mengangkut beban 20 ton hanya dengan satu truk ODOL, setelah regulasi tersebut berjalan mau tidak mau diperlukan dua truk. Sementara itu mengenai proyeksi pertumbuhan bisnis di segmen kendaraan ini, Jongkie enggan memberikan angka yang spesifik.
Secara keseluruhan, Gaikindo menargetkan volume penjualan mobil nasional setidaknya tumbuh 5% di tahun ini. Volume penjualan truk, dari kelas ringan sampai kelas berat di tahun lalu menyumbang 93.594 unit atau sekitar 9% dari volume penjualan mobil nasional.