kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.910.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

LCGC hadir, mobil bekas tetap laris


Rabu, 02 Oktober 2013 / 14:43 WIB
LCGC hadir, mobil bekas tetap laris
ILUSTRASI. Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT. Karya Tanah Subur (KTS) ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

NUSA DUA. Kehadiran mobil murah dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC) diperkirakan tidak akan terlalu berpengaruh pada penjualan mobil second alias bekas. Hal itu diungkapkan oleh Herman Darnel, anggota Dewan Energi Nasional (DEN). Ia menilai, kehadiran LCGC tidak akan terlalu berpengaruh pada penjualan mobil bekas dikarenakan beberapa faktor.

Menurutnya, ketika seseorang membeli mobil, pasti terdorong karena dia belum punya, bukan karena ada LCGC. "Jadi, keinginan orang beli mobil sebenarnya tidak dipengaruhi kehadiran LCGC," ujarnya, Rabu (2/10).

Apalagi kata dia, ketika membeli mobil, masyarakat biasanya memperhatikan sejumlah faktor seperti suku cadang dan keamanan. Jika dibandingkan dengan Rp 80 juta hingga Rp 100 juta untuk membeli mobil murah, kemungkinan masyarakat bakal memilih membeli mobil second.

"Mungkin masyarakat yang punya dana sedikit yang bakal membeli mobil murah, tapi selebihnya tidak akan membelinya," ujarnya. Itu sebabnya kata dia, program /LCGC tidak akan telalu sukses di pasar otomotif Indonesia.

Konsumsi premium meningkat

Herman menambahkan, kendati mobil LCGC sudah ditetapkan harus menggunakan pertamax, bisa saja pemilik LCGC tetap mengonsumsi premium. Kalau sudah begitu, kehadiran LCGC ini sejatinya hanya akan menambah konsumsi BBM bersubsidi di dalam negeri dan bisa membuat jebol keuangan negara.

"Dengan sistem yang ada sekarang masih sulit dikontrol. Tapi, sebenarnya itu hanya kesadaran orang. Makanya konsumsi BBM bersubsidi masih sulit dikendalikan dengan sistem yang ada sekarang," tuturnya. (Tribunnews.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×