kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Legalitas lahan mengancam produksi sawit


Rabu, 30 November 2016 / 13:05 WIB
Legalitas lahan mengancam produksi sawit


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Petani kelapa sawit di ujung tanduk lantaran produktivitas kebun kelapa sawit mereka yang terus menurun. Hal ini disebabkan karena lahan kebun sawit petani swadaya tidak memiliki status hukum yang jelas.

Ketimpangan tengah terjadi dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Jika korporasi produsen kelapa sawit terus agresif meningkatkan produktivitas, hal sebaliknya justru terjadi di tingkat petani sawit swadaya dengan anjloknya produktivitas kebun mereka.

Dengan kepemilikan lahan kebun mencapai 3,5 juta hektare (ha) atau 30,7% dari total luas kebun sawit di Indonesia yang mencapai 11,4 juta ha, produktivitas kebun sawit petani swadaya hanya sekitar 27%-38% atau sekitar 2 ton–3 ton per ha. Padahal korporasi bisa memproduksi hingga 8 ton per ha.

Menurut Mansuetus Darto, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), persoalan mendasar rendahnya produktivitas petani swadaya ini lantaran tidak adanya pembinaan dan perhatian dari pemerintah daerah.

Selain itu, petani sawit swadaya juga tidak memiliki akses terhadap pelatihan dan keuangan untuk melakukan replanting agar dapat meningkatkan produktivitas sawit mereka. "Bahkan sudah satu tahun terbentuknya Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), tapi belum ada progres untuk memberikan pelatihan kepada petani swadaya," ujar Darto, Selasa (29/11).

Data statistik yang dipublikasikan pemerintah tidak akurat dinilai tidak akurat. Pasalnya, tidak ada pendataan jumlah dan luas lahan perkebunan kelapa sawit swadaya di tingkat kabupaten selama ini. "Jadi bagaimana bisa pemerintah menyimpulkan luas lahan kelapa sawit petani swadaya 3,5 juta ha," imbuhnya.

Selain itu, petani sawit swadaya juga memiliki kesulita permodalan lantaran tak memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan perkebunan kelapa sawit mereka sehingga perbankan enggan memberikan kredit.

Direktur Eksekutif Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU) Joko Arif menyebut situasi yang mendera petani sawit swadaya ini secara jangka panjang akan mempengaruhi produksi kelapa sawit nasional

Untuk itu, INOBU merekomendasikan agar pemerintah mengintervensi petani dengan memperjelas status hukum atas tanah-tanah milik petani sawit ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×