kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Maraknya produk impor murah ancam keberadaan industri teksil lokal


Senin, 14 Juni 2021 / 14:36 WIB
Maraknya produk impor murah ancam keberadaan industri teksil lokal
ILUSTRASI. Pemulihan Industri Tekstil: Suasana sentra penjualan tekstil dan garment Cipadu, Tangerang Selatan, Senin (11/5). Maraknya produk impor murah ancam keberadaan industri teksil lokal.


Reporter: Vina Elvira | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Keberadaan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) lokal kian terancam oleh maraknya barang impor murah yang membanjiri pasar domestik. Hal itu dibuktikan dengan anjloknya rata-rata utilisasi industri TPT menjadi sekitar 55% dari sebelumnya yang sudah mencapai 70% di akhir tahun 2020. 

Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI), Redma Gita mengatakan, barang impor yang masuk ke pasar domestik meliputi barang jadi (pakaian jadi) maupun unprosedural (kain dan benang).

Yang mana, barang impor tersebut sudah membanjiri platform penjualan daring yang masuk melalui pusat logistik berikat (PLB) E-commerce.

"Barang impor bisa murah karena adanya subsidi ekspor di negara asal," ungkap Redma saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (13/6). 

Baca Juga: LPS menilai sektor-sektor ini siap melakukan ekspansi bisnis

Barang impor yang sebagian besarnya merupakan barang sisa di kawasan industri merupakan faktor lain yang menyebabkan barang-barang tersebut bisa dijual dengan harga murah atau miring (dumping). 

"Masuk ke sini juga borongan (bayar pajaknya kecil), PPN yang dibayar final (gunggung) itu pun dari volume dan harga yang sudah di-under invoice dan under volume. Alhasil barang impor masuk sangat murah," tambahnya.

Selain gempuran barang impor murah yang semakin menghambat penjualan, industri TPT lokal juga dihadapkan dengan kendala pada kegiatan ekspor, yang turut mendorong anjloknya rata-rata utilisasi di tahun ini. Redma bilang, mahalnya freight cost ke negara tujuan ekspor membuat beberapa perusahaan memilih untuk menurunkan utilisasi mereka. 

"Sedangkan ekspor terkendala dengan mahalnya freight cost ke negara tujuan ekspor yang naik 4 kali lipat," kata dia.

Baca Juga: PGN akan menyalurkan gas sampai sekitar 2,5 BBTUD ke Aroma Kopikrim

Redma berujar, sebenarnya industri TPT masih memiliki peluang untuk menorehkan kinerja yang lebih baik di tahun ini. Hal itu didukung oleh perekonomian dan daya beli masyarakat yang berangsur pulih setelah sempat terkontraksi akibat gempuran pandemi di tahun lalu. 

Namun di sisi lain, industri TPT juga membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk segera menertibkan masuknya barang impor murah yang semakin membanjiri pasar domestik, sehingga rata-rata utilisasi industri TPT bisa kembali meningkat hingga penghujung tahun nanti.  

Baca Juga: Tagihan Kreditur Mencapai Rp 20 Triliun, Begini Konsep Restrukturisasi Sritex (SRIL)

"Jika masih tidak bisa menertibkan barang-barang impor ini, maka kondisi industri akan lebih buruk. Perbaikan kinerja industri akan lebih baik jika pemerintah serius menertibkan para importir pedagang," terangnya. 

Hingga saat ini, industri teksil lokal pun masih terus berupaya untuk mendorong konsumsi melalui berbagai strategi, yakni diversifikasi produk dan juga aktivitas product development terintegrasi baik di industri hulu maupun hilir. 

"Pasar ekspor juga masih kita upayakan terus," pungkasnya. 

Selanjutnya: Impor Menyerbu, Tekstil Lokal Terkapar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×