Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaksanaan insentif harga gas bumi tertentu (HGBT) atau harga gas murah untuk tujuh sektor industri memangkas marjin laba kotor PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).
Direktur Utama Perusahaan Gas Negara (PGAS) Muhammad Haryo Yunianto menyatakan, saat ini pihaknya melayani Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) ke tujuh sektor industri dengan harga gas US$ 6/MMBTU.
Dia berharap program ini bisa mendukung industri di Indonesia bisa berkembang lebih baik.
Baca Juga: Investasi di Sejumlah Sektor Industri Bergairah Setelah Disuntik Harga Gas Murah
“Kami biasanya jual (gas) di kisaran US$ 8/MMBTU, US$ 8,5/MBTU sampai US$ 9/MMBTU. Ini untuk HGBT ke tujuh sektor industri tertentu termasuk PLN memang yang dikorbankan salah satunya pendapatan bagian negara dan gross margin kami,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (31/1).
Haryo mengungkapkan, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sampai dengan 2021 terjadi penurunan gross profit margin sekitar US$ 266 juta.
Meski harus mengorbankan marjin laba kotor, Haryo menyatakan sejak penerapan HGBT di 2020 sampai dengan 2024, pihaknya sudah melayani 100% dari total pelayanan.
Meski alokasi gas untuk HGBT disiapkan semuanya, rata-rata serapan industri baru di posisi 70%. Begitu juga dengan PLN yang pemakaiannya kurang lebih 75% dari total alokasi yang sudah disediakan.
Baca Juga: Ini Realisasi Serapan Gas dari 7 Sektor Industri Penerima Manfaat US$ 6 per MMBTU
Haryo berharap agar pemerintah terus melakukan evaluasi atau mentoring secara berkala terhadap pemanfaatan insentif harga gas bumi tertentu
Melansir materi paparannya, alokasi gas HGBT pada 2023 sebesar 832 billion british thermal unit per day (BBTUD) dengan peruntukkan 436 BBTUD untuk 7 sektor industri dan 404 BBTUD untuk pembangkit tenaga listrik.
Sampai dengan kuartal III 2022, PGN mencatatkan laba bersih senilai US$ 311 juta atau tumbuh 8% dibandingkan tahun lalu. Adapu pendapatan PGN juga tumbuh 17% yoy menjadi US$ 2,64 miliar. Posisi EBITDA hingga akhir September 2022 mencapai US$ 936 juta atau naik 30% yoy.
Baca Juga: Kementerian ESDM dan DPR Sepakat Tinjau Ulang Kebijakan Harga Gas Industri
“Penjualan niaga gas secara volume sebesar 922 BBTUD atau tumbuh 2% yoy. Kemudian pangsa pasar kami di Indonesia masih bertahan di 92%,” ujarnya.
Pada periode 9 bulan di 2022, PGN merealisasikan belanja modal senilai US$ 96 juta. Haryo mengakui realisasi belanja modal ini masih sedikit karena terjadi beberapa kendala di lapangan serta beberapa program yang saat ini masih dalam tahap proses.
Seperti kegiatan ragisifikasi dengan PLN. “Insya Allah di 2023 bisa berjalan,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News