Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Hanya saja, pelaku industri perlu mempersiapkan diri dengan standar Eropa yang ketat, termasuk dari sisi penggunaan energi terbarukan.
Salah satu solusi konkret adalah pembangunan jaringan distribusi gas alam ke sentra industri tekstil seperti Bandung Raya dan Solo Raya, guna mendukung proses produksi yang lebih ramah lingkungan.
"Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi penerapan perjanjian IEU-CEPA yang akan mulai berlaku pada tahun 2027. Untuk memenuhi standar, Indonesia harus bertransisi ke energi terbarukan," ungkap David.
Baca Juga: Kena Tarif Resiprokal AS, Indonesia Pilih Negosiasi Ketimbang Retaliasi
Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk (PBRX) Anne Patricia Susanto turut melihat ada peluang yang bisa diambil pelaku industri TPT untuk memperkuat pasar ekspor ke AS dan Eropa. Sejauh ini, tarif yang dikenakan oleh AS untuk produk Indonesia tergolong lebih rendah dibandingkan sejumlah negara produsen pakaian lainnya.
Kemudian jika nanti IEU-CEPA telah terealisasi, produk pakaian Indonesia bisa lebih kompetitif untuk bersaing dengan negara lain yang sudah terlebih dulu menjalin Free Trade Agreement (FTA) seperti Vietnam, Kamboja dan Bangladesh.
Meski begitu, Anne menyoroti perlunya langkah konkret dari pemerintah untuk mewujudkan kepastian berusaha dan kemudahan berbisnis (ease of doing business), terutama untuk industri padat karya.
"Karena persaingan kita bukan terhadap sesama (perusahaan) Indonesia. Persaingan yang jauh lebih konkret adalah dengan negara lain. Sehingga dengan adanya disrupsi global, kalau kita konkret, menapaknya juga jadi lebih jelas," tegas Anne.
Investasi TPT di Indonesia
Di tengah berbagai tantangan yang membayangi, investasi industri TPT masih mengalir di dalam negeri. Terbaru, PT Xinhai Knitting Indonesia menggelar peletakan batu pertama pembangunan pabrik di Brebes, Jawa Tengah. Agenda yang berlangsung pada Jumat (11/7) itu dihadiri Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza.
Faisol membeberkan bahwa Xinhai Knitting Indonesia mengucurkan investasi lebih dari US$ 40 juta, yang mencakup pembangunan pabrik seluas 8 hektare. Pabrik yang dijadwalkan mulai berproduksi pada Juli 2026 ini diproyeksikan menyerap tenaga kerja hingga 8.000 orang.
Keberadaan Xinhai Knitting Indonesia merupakan bagian dari rantai pasok untuk merek mode global, H&M. Dus, pabrik ini akan menerapkan standar keberlanjutan seperti penggunaan solar panel dan pengolahan air limbah sesuai standar industri hijau.
Baca Juga: Pekan Penentuan: Negara-Negara Asia Bersiap Hadapi Dampak Tarif Resiprokal AS
"Ini menjadi langkah penting dalam menciptakan industri tekstil berdaya saing dan berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi besar dalam meningkatkan daya saing sektor industri TPT di pasar global,” ungkap Faisol.
Faisol menyampaikan bahwa Kementerian Perindustrian telah menyiapkan lima kebijakan strategis untuk meningkatkan daya saing industri TPT nasional.
Pertama, penggunaan bahan baku ramah lingkungan dan pemisahan pasar untuk produk TPT daur ulang.
Kedua, efisiensi penggunaan air, energi, dan bahan kimia. Ketiga, penguatan praktik ekonomi sirkular. Keempat, pemberian insentif bagi industri hijau. Kelima, implementasi proyek percontohan untuk daur ulang tekstil pasca-konsumsi.
Sebagai informasi, sektor TPT menyerap sekitar 3,76 juta tenaga kerja, atau sekitar 19,18% dari total tenaga kerja di sektor manufaktur nasional. Industri TPT mencatat nilai ekspor sebesar US$ 3,38 miliar pada periode Januari - April 2025 atau meningkat sekitar 3,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya: Agar Anak Tumbuh Cerdas dan Mandiri, Ini Strategi Mendidiknya Sejak Dini
Menarik Dibaca: Samsung Z Fold 6 dengan Layar Dua Mode, Bisa jadi Smartphone Sekaligus Tablet
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News