kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.095.000   7.000   0,34%
  • USD/IDR 16.417   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.854   106,16   1,37%
  • KOMPAS100 1.101   16,96   1,56%
  • LQ45 805   9,90   1,25%
  • ISSI 268   3,89   1,47%
  • IDX30 417   5,18   1,26%
  • IDXHIDIV20 484   5,68   1,19%
  • IDX80 122   1,41   1,17%
  • IDXV30 133   1,64   1,25%
  • IDXQ30 135   1,48   1,11%

Menanti Dorongan Investasi Pembangkit Listrik Hijau lewat Pengesahan RUU EBET


Minggu, 14 September 2025 / 17:21 WIB
Menanti Dorongan Investasi Pembangkit Listrik Hijau lewat Pengesahan RUU EBET
ILUSTRASI. PLN Indonesia Power lakukan pengujian PLTU berbahan bakar green amonia di Labuan Banten.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) dapat menjadi stimulus positif bagi PT PLN (Persero) untuk mendapatkan investasi, khususnya pada sektor pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).

Sayangnya, RUU yang sudah disampaikan DPR kepada pemerintah sejak 14 Juni 2022 ini belum juga menemukan titik terang untuk diketok palu. Hingga saat ini RUU EBET masih berkutat pada pasal terkait aturan sewa jaringan (power wheeling). 

Menurut Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Muhammad Ishak Razak belum disahkannya RUU EBT justru menjadi hambatan bagi kinerja PLN.

"Ini, karena kurangnya kepastian hukum terkait tarif, insentif, dan jaminan investasi. Dampaknya, dapat menunda proyek EBT dan target bauran pemerintah," ungkap dia kepada Kontan, Minggu (14/09/2025).

Baca Juga: Pembangkit Hijau Baru Banyak Andalkan Swasta, Pengusaha Minta Kepastian Investasi

Ishak menambahkan, pengembangan EBT cukup krusial dalam mendukung Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang menargetkan komposisi pembangkit EBT hingga 76% dari total penambahan daya.

"Sebagai catatan, regulasi dalam RUU EBET juga perlu memasukkan aturan tarif premium, insentif fiskal, peta jalan penggantian PLTU, jaminan off-taker dan dukungan teknologi seperti smart grid," tambahnya.

Senada, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan pengesahan RUU EBET justru menguntungkan PLN.

Menurutnya skema power wheeling atau dalam bahasa Indonesia, Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) mendorong PLN mendapatkan dua keuntungan.

"Yang pertama, kan pemanfaatan jaringan bersama tenaga listrik itu tidak gratis. Ada tarifnya, dan PLN sudah ngitung sebenarnya, dengan tarif ini dapat membantu menaikkan penerimaan PLN," ungkap Fabby saat ditemui beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Target Bauran Energi Hijau Berpotensi Meleset

Yang kedua, PLN dapat menerapkan layanan tambahan listrik (ancillary services), atau fungsi-fungsi khusus yang diperlukan untuk menjaga stabilitas, keandalan, dan kualitas daya sistem kelistrikan, yang meliputi kontrol frekuensi dan tegangan, serta cadangan daya dan kemampuan black start.

"PLN juga bisa menyediakan yang namanya ancillary service. Kalau ada orang menggunakan jaringan itu, ada kejaminan kehandalannya. Jadi itu new business buat PLN," katanya. 

Lebih lanjut, Fabby bilang saat ini banyak industri di dalam negeri dituntut untuk dapat menggunakan sumber energi atau sumber tenaga listrik dari EBT. Dengan adanya pengesahan RUU EBET, industri dalam negeri dinilai bisa lebih kompetitif. 

"Sehingga, kita bisa melayani kebutuhan industri untuk yang membutuhkan listrik energi terbarukan. Kalau industri kita bisa lebih kompetitif, ini akan meningkatkan iklim investasi di Indonesia," jelasnya.

Disisi lain, pengamat energi dari Energy Shift Institute, Putra Adhiguna mengatakan kolaborasi dengan swasta melalui Independent Power Producer (IPP) dibutuhkan untuk mencapai target RUPTL 2025-2034.

"Sekitar 75% dari rencana pembangkit diharapkan datang dari swasta, sehingga yang penting adalah kepastian rencana proyek, jadwal pengadaan serta kapasitas keuangan dan operasional PLN untuk mendukungnya," jelasnya.

Baca Juga: Pemerintah Menambah Porsi Pembangkit Hijau

Menurutnya, PLN tetap memiliki peran dan potensi besar dalam mengembangkan proyek namun juga harus bisa menyumbang modal.

"RUU EBET diperlukan sebagai bentuk komitmen politik dan kepastian hukum, terlebih mengingat sangat mudahnya Peraturan Menteri (Permen) dan Peraturan Presiden (Perpres) berubah," ungkap dia.

Asal tahu saja, PT PLN (Persero) mengungkapkan kebutuhan pendanaan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 mencapai Rp3.000 triliun.

Dana tersebut digunakan untuk menambah kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), dengan 76 persen di antaranya berbasis energi baru terbarukan (EBT).

Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi mengatakan bahwa pendanaan pembangkit akan diambil dari beberapa sumber.

"Ya pendanaannya tentunya ada dari internal PLN, tetapi banyak yang kita ambil dari konsesional loan, dan juga dari komersial loan," kata dia saat ditemui beberapa waktu lalu. 

Baca Juga: Power Wheeling Tak Masuk dalam RUU EBET, Diganti Skema Ini

Selanjutnya: Setoran PPN dan PPh Badan Masih Kontraksi, Bukti Ekonomi Nasional Masih Tertekan?

Menarik Dibaca: Daftar 7 Film Biografi Tokoh Dunia Ternama dan Berpengaruh, Sudah Nonton Semua?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×