kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.489   45,00   0,29%
  • IDX 7.736   0,93   0,01%
  • KOMPAS100 1.201   -0,35   -0,03%
  • LQ45 958   -0,50   -0,05%
  • ISSI 233   0,21   0,09%
  • IDX30 492   -0,18   -0,04%
  • IDXHIDIV20 591   0,64   0,11%
  • IDX80 137   0,04   0,03%
  • IDXV30 143   0,27   0,19%
  • IDXQ30 164   0,00   0,00%

Mengenal Super Grid dan Perlunya Keterlibatan Swasta


Minggu, 06 Agustus 2023 / 18:41 WIB
Mengenal Super Grid dan Perlunya Keterlibatan Swasta
ILUSTRASI. Pembangunan super grid atau interkoneksi jaringan listrik dari Sabang sampai Merauke memerlukan biaya yang sangat besar.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan super grid atau interkoneksi jaringan listrik dari Sabang sampai Merauke memerlukan biaya yang sangat besar. Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak bisa membangunnya sendirian. Maka itu, diperlukan keterlibatan pihak swasta untuk mendukung proyek ini. 

Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menjelaskan, demi mencapai target net zero emission (NZE) di 2060 atau lebih awal di sektor kelistrikan pada 2050, membutuhkan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Sumber energi terbarukan ini tersebar di seluruh pulau di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 

Sementara itu, kebutuhan beban listrik di Indonesia tidak merata. Saat ini, sebagian besar beban listrik terpusat di Jawa-Bali-Sumatra yang menyumbang 90% beban listrik PLN. Perinciannya 75% dari Jawa-Bali, 15% dari Sumatra, dan sisanya di luar itu. 

“Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang merata ke seluruh wilayah di Indonesia, khususnya dari sumber EBT, diperlukan interkoneksi antarpulau maupun intra (dalam) pulau itu sendiri,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Minggu (6/8). 

Baca Juga: Begini Hubungan Super Grid Dengan Skema Power Wheeling

Fabby menjelaskan, pembangunan super grid ini tidak bisa dilakukan secara bersamaan. Harus dibuat bertahap sesuai dengan perkembangan pertumbuhan permintaan listrik dan rencana pengembangan EBT.

Berdasarkan kajian IESR, pembangunan super grid diestimasi membutuhkan investasi US$ 100 miliar sampai dengan US$ 150 miliar hingga 2050. 

“Estimasi investasi ini bisa lebih tinggi tergantung kapasitas, panjang kapasitas konduktor, lalu teknologi yang dipakai,” ujar dia. 

Baca Juga: Proyek Super Grid Bakal Masuk RUPTL 2022-2031

Fabby menegaskan, jika mau mempercepat pembangunan transmisi, tidak bisa hanya mengandalkan PLN sepenuhnya. Jadi harus ada sumber pembiayaan lain dan kerja sama pihak lain termasuk dengan swasta, sepanjang aturan itu memungkinkan. 

Dia menilai, regulasi memungkinkan kerja sama pembangunan transmisi dengan swasta. Namun selama ini banyak model bisnis yang tidak di-excercise sehingga perlu ditegaskan pelaksanaannya supaya tidak abu-abu. 

IESR melihat, pembangunan interkoneksi paling penting saat ini ialah Jawa-Bali-Sumatra. Setidaknya sebelum 2030 jaringan transmisi ini sudah selesai dibangun. 

Baca Juga: RI Mau Bangun Super Grid untuk Dorong Pengembangan EBT, Berapa investasinya?

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu menyatakan, pembangunan interkoneksi Jawa-Bali, dan Sumatra sebelumnya agak tertunda. Namun melihat kebutuhan saat ini yang mendesak maka jaringan ini harus segera dibangun. 

“Kita sedang menyiapkan revisi RUPTL yang harus kita listed program-program itu nanti di sana dan ada lagi program transmisi di tempat lain,” ujarnya di Hotel Westin Jakarta, Rabu (2/8). 

Nantinya setelah proyek transmisi ini sudah masuk dalam RUPTL, Kementerian ESDM tentu akan segera mengumumkan kapan proyek ini bisa segera dieksekusi. Menurut Jisman, dengan membangun interkoneksi Jawa-Bali, dan Sumatra ini dilakukan untuk meningkatkan keandalan distribusi listrik lebih tinggi lagi. 

Baca Juga: PLN Sebut Sejumlah Peluang dan Tantangan Ekspor Listrik Hijau ke Negara Tetangga

Perihal sumber pendanaan proyek ini, Jisman belum bisa menjelaskan rinci. Ada beberapa skema yang bisa ditempuh, salah satunya mengajak pihak swasta membangun transmisi menggunakan pola build, maintenance, and transfer (BMT).  

“Pola BMT ini jadi ada yang bangun, dirawat PLN karena sifatnya demikian, transmisi dioperasikan harus PLN, lalu ditransfer ke kontraknya,” terang dia. 

Jumlah dana yang dibutuhkan juga perlu ditinjau lebih lanjut sebab harus feasibility study ulang dengan menggunakan teknologi-teknologi terbaru. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK

[X]
×