kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menimbang harga listrik pembangkit energi baru terbarukan (EBT)


Jumat, 30 Juli 2021 / 17:53 WIB
Menimbang harga listrik pembangkit energi baru terbarukan (EBT)
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) mencapai 23% di 2025 mendatang. Realisasi per Juni 2021 pun baru mencapai 11,31%. Pengembangan pembangkit EBT pun dinilai masih menemui kendala pada harga listrik.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana mengungkapkan upaya menciptakan harga listrik EBT yang lebih menarik terus dilakukan. Contohnya harga listrik untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dinilai dapat semakin ditekan.

"Sekarang PLTS sudah semakin menarik, hasil market sounding PLN untuk PLTS terapung sudah US$ 3,7 sen per kWh. Ada juga PLTA yang Power Purchase Agreement (PPA) di angka US$ 5 sen - US$ 6 sen per kWh," terang Dadan kepada Kontan.co.id, Jumat (30/7).

Dadan mengungkapkan untuk harga listrik Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) berpotensi diturunkan dengan pengeboran eksplorasi pemerintah. Opsi lain yang dimungkinkan yakni dengan mekanisme pendanaan di tahapan yang risikonya masih tinggi.

Baca Juga: Makin dilirik, panas bumi berpotensi jadi backbone energi nasional

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan penghitungan harga listrik dari pembangkit biasanya dihitung dengan Levelized Cost of Electricity (LCOE).

"LCOE ini perhitungannya berdasarkan parameter capex, opex, capacity factor, dan biaya pendanaan (financing cost)," jelas Fabby kepada Kontan.co.id, Jumat (30/7).

Fabby melanjutkan, dalam kajian IESR pada 2019 lalu besaran harga listrik dari pembangkit EBT adalah sebagai berikut, untuk PLTS ground mounted tarif sebesar US$ 5 sen sampai US$ 7 sen per kWh, PLTB onshore sebesar US$ 7 sen sampai US$ 12 sen per KWh, PLBiomassa dengan harga listrik US$ 8 sen sampai US$ 13 sen per KWh.

Besaran untuk PLBiomassa ini pun juga bergantung pada harga feedstock.

Sementara itu, untuk PLTP besaran harga listrik ada di kisaran US$ 7 sen hingga US$ 14 sen per KWh, besaran harga listrik dari PLTMH sebesar US$ 7 sen sampai US$ 10 sen per kWh serta untuk PLTA ada dikisaran US$ 0,6 sen hingga US$ 1 sen per kWh.

Fabby menjelaskan, besaran harga tersebut berdasarkan harga teknologi yang ada di pasar saat ini. Selain itu, di Indonesia sendiri harga listrik dari EBT cukup bervariasi bergantung pada lokasi. Lokasi pembangkit dinilai berdampak pada biaya logistik yang dikeluarkan investor.

"Biaya logistik cukup tinggi karena biaya mobilisasi peralatan dan tenaga kerja serta biaya material cukup besar. Ini menimbulkan ketidakpastian biaya modal (capex)," terang Fabby.

Selain itu, harga listrik pembangkit PLTS dan juga PLTB cukup bergantung pada teknologi. Semakin besar kapasitas sebuah pembangkit maka harga per unit juga dinilai bisa ditekan seiring capex yang lebih murah.

"Di Indonesia ketentuan regulasi juga menentukan biaya. Misalnya dengan Permen ESDM No. 50/2017 dimana skemanya adalah BOOT maka pengembang harus beli lahan, tidak bisa menyewa. Dengan membeli tanah maka nilai capex sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan capex yang pakai sewa," kata Fabby.

Baca Juga: Investor menanti perpres harga listrik EBT

Untuk itu, Fabby mengungkapkan dibutuhkan regulasi Perpres harga listrik untuk menggantikan beleid yang ada saat ini. Terlebih, ketentuan dalam regulasi eksisting dinilai membuat proyek-proyek menjadi tidak bankable.

Dadan mengungkapkan kehadiran Perpres harga listrik diharapkan memang dapat memperkuat kebijakan harga. Kendati demikian, dari sisi besaran dinilai tidak bakal mengalami banyak perubahan dari yang berlaku saat ini.

"Yang akan diterapkan itu adalah memberi jaminan investasi yang lebih baik. Misalkan dengan harga yang tinggi di awal sehingga pengembang dapar segera payback investasinya," kata Dadan.

Nantinya dalam kurun waktu tertentu, tarif listrik bakal turun secara berjenjang (staging).

Selanjutnya: PLN tambah pembangkit EBT sebesar 196,58 MW di semester I-2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×