Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja klaster migas mengubah UU Migas Nomor 22/2001 pasal 4 ayat 3 dengan menghilangkan ketentuan pembentukan badan pelaksana.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, langkah ini mengakomodasi keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) pada 2012 silam melalui putusan MK No.36/PUU-X/2012.
"Karena itu tugasnya digantikan SKK Migas," kata Komaidi kepada Kontan.co.id, Jumat (16/10).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno menjelaskan sejumlah ketentuan termasuk pembentukan badan pelaksana akan diatur dalam Revisi UU Migas.
Baca Juga: Ketentuan izin usaha sektor migas di UU Cipta Kerja dinilai rugikan semua pihak
"Ada perubahan rezim kontrak ke perizinan berusaha. Maka kita perlu dapat kejelasan instansi yang keluarkan izin usaha, jika memang ada perubahan maka perlu dalami lebih lanjut," ungkap Eddy kepada Kontan.co.id, Jumat (16/10).
Eddy melanjutkan, dalam RUU Migas bakal mengatur beberapa pasal yang telah dibatalkan MK.
Kendati demikian ia belum bisa memastikan apakah bakal ada pembentukan lembaga baru sebagai regulator sektor hulu migas atau tidak. Sementara itu, RUU Migas yang telah masuk dalam prolegnas masih harus menanti rampungnya RUU EBT yang ditetapkan sebagai Prolegnas prioritas.
"Butuh pembahasan lanjutan mengenai bentuk dari lembaga yang akan jadi regulator industri sektor hulu dan proses transisi jika memang ada transisi yang diperlukan," jelas Eddy.
Sementara itu, Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengungkapkan pihaknya bakal mengikuti ketentuan pemerintah.
"Kami hanya berharap agar semua proses yang dilakukan memberikan kepastian hukum, sehingga investor tidak ragu melakukan investasinya di Indonesia," kata Susana kepada Kontan.co.id, Jumat (16/10).
Investor Menanti Kepastian
Kerancuan dalam UU Cipta Kerja dinilai bakal berdampak pada mandeknya investasi hulu migas tanah air. Komaidi menilai ketentuan-ketentuan yang ada di UU Cipta Kerja belumlah jelas.
Ia menambahkan, kondisi ini membuat investor bakal memilih sikap menunggu dalam hal investasi. Kondisi yang sama disebutnya telah terjadi dalam beberapa waktu belakangan.
"Investor hanya berinvestasi lebih besar pada blok-blok mereka yang sudah produksi," kata Komaidi.
Baca Juga: Pengamat: Kemandirian energi mampu menekan impor migas
Senada, Praktisi Hulu Migas Tumbur Parlindungan menjelaskan banyak kerancuan dalam UU Cipta Kerja mulai dari peralihan sistem kontrak menjadi perizinan berusaha hingga ketentuan pembentukan badan pelaksana.
"Masih panjang perjalanan agar bisa efektif. RUU Migas mungkin bisa (mengakomodir) tergantung isinya," kata Tumbur kepada Kontan.co.id, Kamis (15/10).
Tumbur melanjutkan kondisi ini membuat para investor bakal menahan investasi hingga ada kejelasan regulasi.
Selanjutnya: Pengamat: Ketentuan izin usaha migas di UU Cipta Kerja berpotensi rugikan semua pihak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News