Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyakita dari Rp 14.000 per liter menjadi Rp 15.700 per liter.
Keputusan ini diumumkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) dengan alasan melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan harga hampir semua jenis bahan pokok.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, mengatakan bahwa produsen minyak goreng masih menunggu terbitnya Kepmendag terkait kenaikan HET ini.
Baca Juga: HET Minyakita Dipastikan Naik Aturan Baru Segera Terbit
Menurutnya, harga dari produsen ke distributor (D1) akan berada di bawah Rp 15.700 per liter dengan mempertimbangkan margin distributor, biaya distribusi, dan harga margin pengecer.
"Selain itu, harus memperhitungkan juga perhitungan PPP 11%, jadi harga netto dari Rp 15.700 per liter ini adalah Rp 14.273 per liter," kata Sahat kepada Kontan, Senin malam (22/7).
Sahat menambahkan bahwa kenaikan HET Minyakita akan meringankan kerugian produsen minyak goreng, terutama dengan naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) dari Rp 12.300 per kilogram di awal Juni menjadi Rp 12.740 per kilogram pada pertengahan Juli ini.
Namun, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan ini tidak pro publik dan harus ditolak. Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini sedang tidak stabil dan daya beli masyarakat menurun.
"Kok menaikkan HET Minyakita. Dampak kenaikan sudah pasti akan menggerus daya beli masyarakat menengah bawah," ungkapnya kepada Kontan, Senin (22/7).
Baca Juga: Mendag Sebut Harga Minyakita Bakal Naik Jadi Rp 15.700 per Liter Mulai Pekan Depan
Tulus menegaskan bahwa minyak goreng sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan seharusnya negara melakukan intervensi agar harga bisa turun, memperbaiki jalur distribusi sehingga pasokan lancar dan tidak ada kenaikan harga karena distribusi yang rumit dan berbiaya tinggi.
"Kenaikan harga juga menjadi paradoks karena kita adalah eksportir CPO. Tidak masuk akal kita melimpah ruah CPO tapi harga minyak goreng malah naik," tambahnya.
Data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan stok awal CPO pada Januari 2024 sebesar 3,146 juta ton. Konsumsi dalam negeri mencapai 1,942 juta ton, sementara ekspor mencapai 2,802 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News