kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menteri ESDM: Harga gas mahal berdampak ke sejumlah industri


Senin, 04 Mei 2020 / 18:25 WIB
Menteri ESDM: Harga gas mahal berdampak ke sejumlah industri
ILUSTRASI. Menteri ESDM Arifin Tasrif. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan sejumlah latar belakang penerapan harga gas US$ 6 per MMBTU termasuk dampak yang ditimbulkan pada sejumlah industri jika harga gas terlalu mahal.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan, harga gas di atas US$ 6 per MMBTU berpotensi menghambat kinerja industri dan berujung pada meningkatnya impor. "Harga gas ini memberikan tekanan pada industri pemakai mulai dari 2018 termasuk BUMN antara lain PT Pupuk dan PLN. Terjadi peningkatan biaya subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung oleh pemerintah," tutur Arifin dalam RDP Virtual bersama Komisi VII, Senin (4/5).

Baca Juga: ESDM bakal evaluasi kebijakan keringanan tarif listrik yang berlaku saat ini

Ia mencontohkan, untuk industri sarung tangan karet terjadi kenaikan harga gas di plant gate pada rentang 2014 - 2019 sebesar 31,6% menjadi US$ 9,95 - US$ 10,89 per MMBTU. Hal ini berimbas pada menurunnya kapasitas produksi mencapai 29,4% pada 2019 lalu atau menjadi 23,6 juta pcs/hari.

Disisi lain, terjadi peningkatan impor mencapai 48,9% atau menjadi US$ 30,65 juta dari tahun 2014 yang sebesar US$ 20,59 juta. "Beberapa pabrik harus tutup seperti PT WRP Buana Multicorpora, PT Indiglove, PT Mandiri Inti Buana, PT Smart Gloves, PT Abergummi Medical, PT Irama Dinamika Latek, PT Citra Latek Lestari, PT Gotong Royong, PT Hamko Pratika," jelas Arifin.

Industri keramik pun turut terdampak, terjadi peningkatan harga gas di plant gate yang mencapai 21,2% di plant gate pada rentang 2014-2019 menjadi US$ 9,16 per MMBTU. Kenaikan harga ini berdampak pada penurunan produksi menjadi 347 juta m² atau turun 21,1% dari 2014 hingga 2019. Bahkan impor industri keramik meningkat hingga 63,3% pada rentang waktu yang sama menjadi 89,8 juta m².

Selanjutnya, industri gelas yang mencatatkan penurunan produksi hingga 38,2% pada 2014 hingga 2019 lalu menjadi 0,77 juta ton per hari. Hal ini sebagai imbas dari kenaikan harga gas sebesar 21,2% menjadi US$ 9,16 per MMBTU.

Baca Juga: Menteri ESDM: Pemerintah prioritaskan keringanan listrik bagi pelanggan tidak mampu

Arifin mengungkapkan, industri gelas Indonesia sebelumnya merupakan salah satu dari dua yang terbesar di kawasan Asia Tenggara, harga gas yang mahal membuat Indonesia kalah dari Malaysia. Hal ini bahkan berdampak pada komoditas impor yang meningkat dari Malaysia. Impor industri gelas meningkat 12,7% atau menjadi US$ 101,8 juta pada 2019 lalu.




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×