Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Guna menjaga laju produksi, proses transisi alih kelola Blok Rokan menjadi salah satu fokus pemerintah di tahun depan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menekankan agar proses transisi dari Chevron Pasific Indonesia ke PT Pertamina (Persero) bisa segera diselesaikan di tahun 2020.
Arifin mengatakan, pihaknya mendorong percepatan pelaksanaan proses pengeboran minyak dan gas bumi (migas) di blok yang terletak di Provinsi Riau tersebut. Saat ini, kata Arifin, progres alih kelola antara kedua belah pihak terus berjalan.
Baca Juga: Luhut: Pertamina kemungkinan masuk lebih awal dalam proses alih kelola Blok Rokan
"Kita sudah minta Pertamina proaktif kemudian Chevron bisa membuka pintu, sudah. Tiap minggu Chevron sudah lapor. kemudian kita pertemukan dengan Pertamina," kata Arifin melalui keterangan tertulisnya, Rabu (25/12).
Arifin mengungkapkan, percepatan alih kelola ini dilakukan untuk mempertahankan tingkat produksi Blok Rokan saat jatuh tempo alih kelola di tahun 2021 nanti. Arifin pun meminta kepada Pertamina untuk segera menyiapkan dana untuk investasi pengeboran.
Arifin mengatakan, dari target pengeboran 72 sumur di Blok Rokan pada tahun depan, paling tidak Pertamina sudah bisa melakukan 20 pengeboran. "Pertamina sudah menyiapkan, karena ini Pertamina harus segera melaksanakan 20 poin pengeboran untuk bisa mempertahankan (tingkat produksi), dari 72 target. Ya paling tidak 20 itu bisa dilakukan," jelas Arifin.
Hanya saja, Arifin mengakui masih terdapat beberapa persoalan administrasi dan persoalan penting lainnya antar kedua belah pihak yang bersifat Business to Business (B to B).
"Memang ada beberapa hal yang terkait regulasi dan juga kontrak administratif yang harus diselesaikan. Tapi tahun depan harus selesai," tegas Arifin, tanpa menguraikan sejumlah persoalan yang dimaksud.
Baca Juga: Kedung Keris beroperasi, ExxonMobil bisa tambah produksi hingga 10.000 bph di Cepu
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada awal tahun 2019 ini, produksi Blok Rokan mencapai 207.000 barel per hari atau setara dengan 26% produksi nasional. Dengan tingkat produksi itu, Blok Rokan menjadi tulang punggung produksi minyak nasional sebagai kontributor terbesar. Namun, laju produksi di Blok Rokan terus mengalami penurunan.
Tulang Punggung yang Bergeser
Alhasil, tulang punggung produksi migas nasional itu sudah bergeser. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, saat ini penyumbang produksi minyak nasional telah bergeser ke Blok Cepu yang menyumbang seperempat dari produksi minyak nasional.
Dwi menyebut, saat ini Blok Rokan memproduksi minyak sekitar 190.000 bph. Sedangkan produksi Blok Cepu, sudah mencapai di angka 216.000 bph. Dengan tambahan produksi dari Lapangan Kedung Keris yang baru diresmikan pada Selasa, 17 Desember 2019 lalu, Dwi optimistis pada tahun depan Blok Cepu bisa tetap menggantikan Blok Rokan sebagai penyokong produksi minyak nasional.
Baca Juga: SKK Migas: Hitung-hitungan soal keuntungan jadi kendala transisi Rokan
Apalagi, Dwi memproyeksikan produksi Blok Rokan pada tahun depan akan terus merosot seiring dengan masa transisi alih kelola. Sebab, Chevron tidak lagi berinvestasi di Blok Rokan. "2018 produksi minyak tertinggi masih Chevron (Rokan), 2019 sudah disalip oleh Exxon Cepu. Disaat yang sama Rokan terus decline, di Cepu justru ada potensi meningkat," kata Dwi saat meresmikan Lapangan Kedung Keris di Bojonegoro, Selasa (17/12).
Dalam kesempatan yang sama, Dwi memproyeksikan produksi minyak Blok Rokan pada tahun depan akan melanjutkan tren penurunan hingga menjadi 161.000 bph. Lebih mini dari target tahun ini yang berada di angka 190.000 bph.
Karenanya, untuk menekan penurunan produksi alamiah alais decline, Dwi meminta supaya Pertamina bisa segera melaksanakan transisi dengan melakukan pengeboran sumur di Blok Rokan. "Kami mendorong transisi berjalan secepat-cepatnya. Ekspektasinya Pertamina harus bisa berinvestasi (pada tahun 2020)," ungkap Dwi.
Di sisi lain, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menginginkan agar holdiing migas BUMN tersebut bisa segera memulai masa transisi di Blok Rokan. Nicke pun berharap, Pertamina bisa berinvestasi lebih awal di tahun depan.
Dalam hal ini, Nicke berkaca dengan masa transisi di Blok Mahakam yang terjadi penurunan produksi lantaran pengurangan investasi oleh operator lama saat masa transisi. Adapun, Pertamina menganggarkan investasi sebesar US$ 3,72 miliar untuk semua aktivitas hulu pada tahun 2020.
"Dengan pengalaman Mahakam ini lah kita harus melakukan extra effort untuk bisa masuk lebih awal di (Blok) Rokan, agar penurunan produksi di masa transisi tidak terjadi. Karena biasanya operator lama tidak ada keinginan untuk melakukan investasi di tahap transisi," ujar Nicke dihadapan Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, Blok Rokan memiliki luas 6.220 kilometer dan mempunyai 96 lapangan. Tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik, yaitu Duri, Minas dan Bekasap. Tercatat, sejak beroperasi 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel.
Baca Juga: Ginting Jaya Energi (WOWS) Siap Tambah Rig Agar Kinerja Ciamik
Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian ESDM memutuskan untuk memercayakan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina pada 31 Juli 2018. Kementerian ESDM mengklaim, keputusan tersebut diambil atas dasar pertimbangan bisnis dan ekonomi setelah mengevaluasi pengajuan proposal Pertamina yang dinilai lebih baik dalam mengelola blok tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News