Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara (minerba) tahun 2019 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang 2019, PNBP minerba terkumpul sebanyak Rp 45,02 triliun, turun 9,96% dibanding realisasi tahun 2018 yang mencapai Rp 50 triliun.
Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM Jonson Pakpahan menyampaikan, capaian PNBP terjadi penurunan lantaran tren harga komoditas, khususnya batubara yang tertekan di tahun 2019.
Baca Juga: Begini antisipasi Bukit Asam (PTBA) mempertahankan produksi batubara di musim hujan
Jonson bilang, kondisi itu berdampak signifikan, lantaran batubara menjadi kontributor terbesar bagi PNBP minerba. Porsinya mencapai sekitar 80%.
"Porsi 80:20 (80% dari batubara). Jadi walaupun komoditas mineral ada kenaikan, tapi dengan porsi itu, tidak terlalu signifikan mengangkat PNBP," kata Jonson saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Dalam catatan Kontan.co.id, harga batubara di 2019, yang tercermin dari Harga Batubara Acuan (HBA) merosot hingga ke posisi terendah dalam dua tahun terakhir.
Baca Juga: Musim hujan tiba, operasional tambang ABM Investama (ABMM) tetap berjalan normal
Rerata HBA dari Januari-Desember 2019 hanya mencapai US$ 77,89 per ton, lebih mini dibanding rerata HBA tahun 2018 yang mencapai US$ 98,96 per ton, atau pun HBA tahun 2017 yang sebesar US$ 85,92 per ton.
Adapun, target PNBP tahun 2019 ini dipatok dengan asumsi HBA sebesar US$ 80 per ton dan kurs rupiah senilai Rp 15.000 per dollar AS dan produksi batubara di angka 530 juta ton.
Kendati begitu, realisasi PNBP dari sektor pertambangan ini masih bisa melampaui dengan tipis target yang dipatok di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Dengan mengumpulkan Rp 45,02 triliun, kata Jonson, itu artinya realisasi PNBP setara dengan 104,07% dari target Rp 43,26 triliun.
Baca Juga: United Tractors (UNTR) akan stop sementara produksi batubara saat curah hujan tinggi
Rinciannya, capaian PNBP minerba 2019 itu terdiri dari Iuran tetap sebesar Rp 449,08 miliar, Royalti sebanyak Rp 25,88 triliun, Penjualan Hasil Tambang sebesar Rp 18,63 triliun, pencadangan wilayah dan cetak peta senilai Rp 7,11 miliar, dan pendapatan anggaran lain-lain sebesar Rp 51,8 miliar.
Menurut Jonson, ada sejumlah alasan mengapa kinerja PNBP minerba masih bisa terjaga. Jonson mengklaim, tingkat kepatuhan perusahaan mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan sistem dalam pengawasan maupun pengumpulan kewajiban, antara lain melalui Minerba Online Monitoring System (MOMS) dan sistem e-PNBP.
"Jadi walaupun harga sangat turun, tapi PNBP-nya kita kendalikan dengan baik. Kita sudah mulai bisa mengelola seluruh tambang, baik pusat maupun daerah sudah semakin patuh dengan tata kelola kita," jelas Jonson.
Baca Juga: Strategi sejumlah perusahaan batubara mengantisipasi dampak musim hujan tahun ini
Selain itu, faktor penting lain yang menyokong realisasi PNBP ini ialah volume produksi batubara yang meroket, alias melampaui target di Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2019 serta asumsi di APBN.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, realisasi produksi batubara sepanjang 2019 mencapai 565,81 juta ton, atau 115,54% dari target di RKAB. Itu pun, dengan catatan bahwa angka produksi tersebut belum terkonsolidasi dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah.
"Itu (produksi batubara) termasuk juga (menopang realisasi PNBP). Ini kita sedang evaluasi berapa volume yang berada di atas target," kata Jonson.
Baca Juga: Sepanjang 2019 sektor pertambangan turun drastis, begini prospeknya di 2020
Adapun, pada tahun 2020 ini, pemerintah menargetkan PNBP minerba bisa mencapai Rp 44,3 triliun. Jonson mengatakan, target 2020 tersebut berdasarkan asumsi kurs dolar Amerika Serikat Rp 14.400, HBA US$ 90 per ton dan produksi batubara sebanyak 530 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News