Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Direktorat Jendral Perhubungan Laut Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dinilai terlalu banyak menangani proyek terkait perhubungan laut, sehingga berpotensi menjadi sumber korupsi, termasuk program subsidi tol laut.
Ini terbukti setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Dirjen Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kemenhub terkait dugaan suap proyek pengerukan pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
“Ditjen Hubla mengurusi terlalu banyak proyek. Situasi ini dapat memantik terjadinya korupsi, apalagi dananya sangat besar," jelas Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, Senin (28/8).
Baru-baru ini telah disepakati pinjaman sekitar Rp 40 triliun dari Jepang untuk pembangunan pelabuhan Patimban. Hubla juga sedang menangani subsidi tol laut dan bahkan tengah mengajukan anggaran untuk membangun 100 kapal untuk mendukung tol laut ini.
Dia menambahkan proyek-proyek lainnya yang ditangani Ditjen Hubla antara lain proyek-proyek Unit Pelayanan Teknis (UPT) pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 1.000 pelabuhan, sabuk Nusantara, proyek pengembangan pelabuhan.
“Bahkan 2/3 dari total karyawan di Kemenhub adalah pegawai di Ditjen Hubla, karena di direktorat ini ada syahbandar di berbagai pelabuhan, pegawai di pelabuhan UPT, belum lagi Otoritas Pelabuhan,” tuturnya.
Terkait dengan proyek-proyek yang ditangani Ditjen Hubla ini, lanjut Siswanto, sangat rentan menjadi sumber korupsi. Khususnya untuk proyek tol laut yang memerlukan subsidi hingga Rp 355 miliar tahun ini, secara kebijakannya saja sudah koruptif.
“Bayangkan saja, untuk menjadi penyelenggara tol laut, Pelni dan perusahaan pelayaran swasta lainnya yang ditunjuk dan memenangkan tender, harus memiliki kapal sendiri. Bahkan Kemenhub berencana membangun 100 kapal. Misalnya untuk 1 kapal saja biayanya Rp50 miliar, berarti perlu anggaran subsidi khusus pengadaan kapal tol laut Rp 5 triliun,” tuturnya.
Padahal, lanjut Siswanto, pengadaan kapal seperti ini tidak perlu, karena dapat memanfaatkan atau menyewa kapal-kapal milik pelayaran swasta. “Penentuan pemenang tender tol laut juga sangat rentan dari tindakan koruptif,” tuturnya.
Untuk penunjukkan trayek tol laut pun, dinilai Siswanto tidak tepat, karena sebaiknya diserahkan saja kepada pelayaran swasta yang sudah ada di trayek yang ditentukan dan tinggal melanjutkan ke rute terdekat dari trayek yang sudah dikomersilkan oleh pelayaran swasta.
“Dengan demikian tak perlu subsidi seperti saat ini. Sebaiknya bentuk subsidinya adalah subsidi bunker, subsidi di biaya pelabuhan. Tidak perlu pengadaan kapal, pakai saja kapal yang ada milik swasta, sewa saja, sehingga bisa memberdayakan pelayaran rakyat karena untuk trayek tertentu perlu dilanjutkan ke daerah-daerah terpencil yang hanya bisa menggunakan kapal kecil milik pelayaran rakyat,” tutur Siswanto.
Menurutnya, dengan sistem tol laut seperti sekarang ini, tidak efektif dari sisi anggaran, dimana subsidi harusnya berkurang setiap tahun, ini malah bertambah. Selain itu, penunjukkan trayek tol laut juga sudah merusak pasar, karena tumpang tindih dengan pelayaran swasta.
“Tolong ditinjau ulang saja program ini, implementasinya kurang tepat meski tujuannya sangat bagus untuk mengurangi disparitas harga di wilayah Timur Indonesia dan di daaerah-daerah terpencil lainnya di Indonesia,” ucap Siswanto
Wakil Ketua kPK Basaria Pandjaitan dalam keterangan pers di kantor KPK pada Kamis malam mengumumkan telah melakukan OTT terhadap Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan ATB. KPK menyita uang Rp 20,74 miliar dalam OTT tersebut yang disimpan di dalam 33 tas. Tas berisi uang ditemukan sebagian besar di ruang kerja ATB di Kemenhub.
Suap diberikan agar salah satu perusahaan swasta memenangkan tender pengerukan pelabuhan Tanjung Mas, Semarang
KPK pun berjanji akan terus mendalami kasus ini. Tidak menutup kemungkinan, menurut Basaria, pengerukan ini untuk mendukung Pelabuhan Tanjung Emas dalam program tol laut. "Itu yang sedang kita pilah sekarang. Harap bersabar ya," ujar Basaria.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News