Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengelolaan lahan tambang dari lahan eks perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dinilai hanya akan menguntungkan pihak kontraktor tambang.
Hal ini dikatakan Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Menurutnya, PBNU tidak akan mampu melakukan eksplorasi dan produksi tambang sendiri sehingga akan bergantung pada kinerja kontraktor tambang yang dipilih.
"Kalau yang diusulkan Bahlil Lahadalia (Menteri ESDM sekarang) adalah dengan menggandeng kontraktor yang sudah berpengalaman dan punya peralatan. Tapi kalau dilakukan sendiri oleh anak usahanya PBNU, saya tidak yakin. Bahkan dalam jangka waktu 2 tahun kalau sendiri, belum tentu bisa menghasilkan produksinya," jelasnya saat dihubungi Kontan, Jumat (23/08).
Adapun, Fahmy menjelaskan kerjasama yang nantinya dilakukan PBNU dengan kontraktor adalah kerjasama bagi hasil. Dengan persentase pembagian yang akan jauh lebih besar kepada sisi kontraktor tambangnya.
"Tapi kan itu (kerjasama) tentunya bagi hasil, NU sebagai pemilik konsesi serta pelaksana dan dengan kontraktor. Tentunya bagian kontraktor akan lebih besar dari pada NU. Saya perkirakan pembagiannya 80% untuk kontraktor, dan 20% untuk NU," kata dia.
Baca Juga: Bahlil Sebut Izin Tambang untuk PBNU Selesai, Muhammadiyah Segera Menyusul
Selain mendapatkan bagian yang lebih sedikit, PBNU juga masih harus menanggung risiko dampak kerusakan lingkungan dari eksplorasi dan produksi tambang batubara tersebut.
"Menurut saya, itu jumlah yang tidak terlalu besar dan kalau ada risiko misalnya terkait dengan kerusakan lingkungan, atau konflik dengan masyarakat setempat, risiko ini akan tetap ditanggung oleh PBNU," tambahnya.
Sebagai tambahan informasi, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya pada Kamis (22/08) lalu telah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara. Salah satu pembahasan yang dibicarakan adalah tentang kelanjutan dari pengelolaan tambang oleh PBNU.
PBNU, sebagai organisasi masyarakat (ormas) keagamaan pertama yang mengajukan pun telah mendapatkan konsesi tambang batubara eks milik Bakrie Group dalam hal ini PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan luas 26.000 hektare.
Gus Yahya mengatakan pihaknya menargetkan pada Januari 2025 proses eksplorasi dan produksi di lahan ini sudah bisa segera dimulai.
Terkait target dari PBNU tersebut, Fahmy bilang terlaksananya target tergantung pada kontraktor tambang yang ditunjuk atau digandeng oleh PBNU.
"Kalau yang melaksanakan adalah kontraktor yang sudah berpengalaman, sudah memiliki peralatan dan kecukupan dana itu bisa dilakukan, apalagikan tambang itu sudah sempat di eksplorasi oleh KPC. Jadi memungkinkan," ujarnya.
Meski begitu, dengan kemungkinan bagi hasil yang 'berat sebelah', Fahmy mengungkap pihak yang paling diuntungkan dari izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) ini adalah pihak kontraktor tambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News