kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku industri kayu dan furnitur butuh insentif fiskal


Senin, 06 Januari 2020 / 21:37 WIB
Pelaku industri kayu dan furnitur butuh insentif fiskal
ILUSTRASI. Sumbangan UKM Untuk Perekonomian: Perajin furniture di Tangerang Selatan, Selasa (30/10). Pemerintah mencatat hingga tahun 2018 Jumlah unit usaha UMKM sebesar 98,8% dari total unit usaha ekonomi yang ada di Indonesia dengan sebesar 96,99% dari total tenag


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) baru saja merilis kinerja sektor usaha kehutanan yang dihimpun berdasarkan data sementara Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produk Lestari (PHPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini.

Berdasarkan temuan ini, diketahui bahwa terdapat penurunan nilai ekspor kayu olahan di sepanjang tahun 2019.

Beberapa produk kayu olahan seperti misalnya serpih kayu atawa chipwood dan furnitur kayu memang tercatat mengalami kenaikan dengan rincian kenaikan sebesar 24,43% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada produk serpih kayu dan 1,04% untuk produk furnitur kayu.

Akan tetapi, beberapa produk kayu lain seperti misalnya Veneer dan Woodworking juga tercatat mengalami penurunan nilai ekspor hingga dobel digit pada saat yang bersamaan. 

Baca Juga: APHI memproyeksi industri kayu tahun ini lebih bergairah

Produk Veneer misalnya, nilai ekspor dari produk ini tercatat mengalami penurunan sekitar 20,04% dari yang semula sebesar US$ 115,26 juta di sepanjang tahun 2018 menjadi US$ 92,16 juta di tahun 2019.

Sementara itu, nilai ekspor woodworking tercatat mengalami penurunan sekitar 11,14% secara yoy pada periode yang sama. Alhasil, nilai ekspor produk kayu olahan secara umum turun tipis sekitar 4% dibanding tahun sebelumnya di sepanjang tahun 2019.

Menyikapi kondisi yang demikian, APHI berencana mengajukan adanya insentif-insentif fiskal guna mendorong investasi dan ekspor hasil hutan di tahun 2020.

Beberapa kelonggaran fiskal yang ingin diajukan di antaranya meliputi Percepatan restitusi PPn 10% dan penghapusan PPn 10% untuk kayu log.

“Baru akan kita ajukan ke pemerintah,” kata Direktur Eksekutif  Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto kepada Kontan.co.id (6/1).

Sejalan dengan pandangan APHI, sejumlah pelaku industri kayu dan furnitur mengatakan bahwa pelonggaran insentif memang berpotensi mengerek kinerja pelaku industri.

Direktur Independen PT Darmi Bersaudara Tbk, Lie Kurniawan misalnya, mengatakan penurunan PPh badan hingga di angka 20% akan menguntungkan pelaku industri kayu.

Baca Juga: Wacana insentif bagi industri kayu jadi angin segar bagi SLJ Global (SULI)

Ia juga mengatakan bahwa percepatan restitusi PPn 10% bagi pelaku ekspor akan menguntungkan pelaku ekspor industri kayu.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa perseroan tetap akan mengikuti keputusan dan kebijakan pemerintah. “Tentunya kalau bisa lebih cepat ya lebih baik,” kata Lie kepada Kontan.co.id.

Di sisi lain, Ia juga mendukung adanya wacana penghapusan PPn 10% atas kayu log. Pasalnya, penghilangan PPn 10% atas kayu log diyakini dapat membuat produk-produk kayu memiliki harga yang kompetitif lantaran biaya pembelian bahan baku yang lebih rendah.

Dalam hal ini, pelaku industri kayu bisa memanfaatkan ruang potensi penghematan yang ada untuk melakukan strategi pricing seperti misalnya pemberian potongan harga. Hal ini diyakini berpotensi mengerek volume penjualan pelaku industri dalam melakukan penjualan di pasar lokal.

Kendati demikian, Lie menilai bahwa manfaat yang demikian tidak akan terasa begitu besar bagi pelaku industri kayu yang melakukan penjualan ekspor lantaran sudah adanya fasilitas restitusi dari pemerintah bagi pelaku industri kayu yang melakukan ekspor.

Baca Juga: Pasar furnitur kayu turun, WOOD tetap optimistis tumbuh

Oleh karenanya, Lie menilai bahwa wacana kebijakan yang demikian tidak akan berdampak terlalu besar bagi kinerja PT Darmi Bersaudara Tbk (KAYU). Maklum saja, sebagian besar penjualan KAYU memang berasal dari penjualan ekspor.

Pada sembilan bulan pertama tahun 2019 saja misalnya, sebanyak 80,26% dari total penjualan bersih di sembilan bulan pertama berasal dari penjualan ekspor produk-produk kayu setengah jadi (semi-furnished) dengan nilai sebesar Rp 22,08 miliar.

Lie tidak memungkiri bahwa perseroan juga sesekali melakukan penjualan kayu log di pasar lokal. Namun demikian, sebagian besar pelaku yang melakukan pembelian kayu log kepada KAYU merupakan eksportir sehingga wacana penghilangan PPn 10% untuk kayu log tidak akan berdampak banyak terhadap penjualan lokal perseroan.

“Kayu-kayu kami biasanya untuk ekspor sehingga para pembeli kami juga bisa restitusi,” terang Lie.

Baca Juga: Setelah Lesu di 2019, Sektor Menufaktur Berpotensi Menguat di Tahun Ini premium

Selain diyakini berpotensi mendongkrak penjualan, insentif pelonggaran fiskal juga diduga berpotensi mengerek kinerja laba pelaku industri kayu dan furnitur.

Sekretaris Perusahaan Chitose Internasional Helina Widayani mengatakan, pelonggaran fiskal seperti misalnya penghapusan PPn 10% bisa membantu perseroan memperoleh bahan baku dengan harga yang lebih murah sehingga berdampak positif pada kinerja laba bersih perseroan.

Meski demikian, ia mengaku belum bisa memperkirakan seberapa besar efek yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan pelonggaran fiskal yang demikian terhadap kinerja laba perseroan.

Pasalnya, emiten yang memiliki kode saham “CINT” harus melalui sejumlah rantai pemain terlebih dahulu sebelum memperoleh bahan baku. Sementara perseroan sendiri biasanya membeli bahan baku dalam bentuk kayu olahan seperti misalnya plywood, particle board, dan lain-lain.

Baca Juga: Ekspor kayu olahan Indonesia sepanjang tahun 2019 turun 4%

Oleh karenanya, potensi penghematan yang bisa diraih oleh perseroan sangat bergantung pada kebijakan harga daripada para pelaku industri kayu di rantai hulu.

“Chitose masih tangan kesekian, jadi dampak secara langsungnya masih belum bisa diprediksi kalau hanya berdasarkan wacana penghapusan PPn,” jelas Helina kepada Kontan.co.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×