kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.946.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.421   -121,00   -0,73%
  • IDX 7.465   -73,12   -0,97%
  • KOMPAS100 1.049   -9,76   -0,92%
  • LQ45 788   -9,08   -1,14%
  • ISSI 253   -2,74   -1,07%
  • IDX30 412   -0,51   -0,12%
  • IDXHIDIV20 470   2,87   0,61%
  • IDX80 118   -1,14   -0,95%
  • IDXV30 123   0,72   0,59%
  • IDXQ30 131   0,68   0,52%

Pelaku Industri Manufaktur Ungkap Tantangan Ekspor & Pasar Domestik di Semester II


Senin, 04 Agustus 2025 / 19:51 WIB
Pelaku Industri Manufaktur Ungkap Tantangan Ekspor & Pasar Domestik di Semester II
ILUSTRASI. Ekspor non-migas hasil industri pengolahan periode Januari–Juni 2025 mencapai US$ 107,60 miliar, naik 16,57%


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja ekspor industri pengolahan masih menunjukkan kenaikan pada separuh pertama tahun 2025. Meski begitu, ada sederet tantangan yang membayangi kondisi industri manufaktur nasional pada paruh kedua tahun ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas hasil industri pengolahan periode Januari–Juni 2025 sebesar US$ 107,60 miliar, naik 16,57% dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Jumlah itu setara dengan 79,46% dari total ekspor non-migas yang mencapai US$ 128,39 miliar.

Kenaikan tersebut antara lain disumbang oleh peningkatan ekspor minyak kelapa sawit. Meski secara keseluruhan mengalami kenaikan, tapi kinerja sejumlah sub sektor manufaktur terbentur tantangan dari sisi ekspor maupun penjualan domestik.

Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengungkapkan berdasarkan data agregat anggota HIMKI, ekspor mebel dan kerajinan Indonesia pada semester I–2025 mengalami pertumbuhan moderat sekitar 4%–6% secara tahunan (year on year/yoy).

Jauh di bawah pertumbuhan ekspor industri pengolahan nasional yang mencapai 16,57%.

Baca Juga: Industri Pengolahan Dominasi Ekspor RI, Sumbang 83,81% di Semester I-2025

"Secara umum pertumbuhan ini masih tertahan oleh tekanan global, logistik yang belum sepenuhnya pulih, serta tantangan regulasi seperti tarif ekspor dari negara tujuan dan penyesuaian terhadap kebijakan EUDR Uni Eropa," ungkap Abdul saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (4/8/2025).

Tujuan utama ekspor produk mebel dan kerajinan Indonesia masih menyasar Amerika Serikat (AS), yang mulai menunjukkan tekanan imbas kebijakan tarif resiprokal. Negara tujuan lainnya adalah Jepang, Belanda, Jerman, Australia, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, serta India yang menunjukkan peningkatan permintaan pada produk kerajinan berbasis kayu dan logam.

Kenaikan penjualan ekspor juga dialami oleh industri komponen otomotif. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Rachmad Basuki menyampaikan bahwa ekspor komponen naik sekitar 14% pada semester I-2025. 

Hanya saja, ekspor bukan menjadi penopang utama kinerja industri komponen otomotif. Rachmad memberikan gambaran, penjualan ekspor berkontribusi sekitar 35%, sedangkan pasar domestik masih mendominasi dengan porsi 65%. 

Tantangan datang dari pasar dalam negeri, seiring dengan pelemahan daya beli dan konsumsi, yang ikut menekan penjualan otomotif. "Secara keseluruhan tetap turun karena besarnya pangsa pasar domestik dibandingkan ekspor," terang Rachmad.

Baca Juga: Investasi Tumbuh, PHK Naik: Industri Tekstil Terancam Deindustrialisasi

Kondisi serupa dialami oleh industri hulu tekstil. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan bahwa sekitar 80% dari produksi industri hulu tekstil ditujukan ke pasar domestik. 

Redma menyampaikan, ekspor produk hulu tekstil pada periode Januari - Mei 2025 turun sekitar 30% (yoy). "Tantangan untuk ekspor terkait kondisi geo politik dan lebih tertekan pasca pengumuman tarif resiprokal," kata Redma.

Redma memprediksi kondisi industri akan semakin menantang. Dia mengkhawatirkan banjir impor atau barang dumping terutama dari China, imbas pengalihan pasar setelah AS menerapkan tarif resiprokal.

"Proyeksi semester kedua masih akan sulit, lebih karena tekanan banjirnya barang impor dumping, dan pemerintah belum bisa menanggulanginya," sebut Redma.

Sementara itu, Abdul menyoroti empat tantangan utama bagi industri mebel dan kerajinan pada semester II-2025. Pertama, tarif resiprokal AS, apalagi dengan status Indonesia sebagai anggota blok ekonomi BRICS, yang rawan mendapatkan tarif tambahan.

Jika dikenakan tambahan bea masuk, maka HIMKI mengkhawatirkan produk mebel dan kerajinan Indonesia akan kalah saing dengan Vietnam dan Meksiko. Kedua, persaingan antar negara Asia Tenggara yang semakin ketat, lantaran Vietnam, Malaysia dan Filipina mendapatkan fasilitas dagang yang lebih kompetitif.

Ketiga, daya beli global belum sepenuhnya pulih, khususnya di segmen kelas menengah. Keempat, pasar dalam negeri yang belum pulih. Maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pelemahan konsumsi domestik berimbas pada penurunan permintaan lokal.

HIMKI pun mendorong adanya insentif, terutama bagi sektor manufaktur padat karya. Stimulus tersebut bisa mencakup pembiayaan dan insentif pajak, deregulasi dan fasilitasi ekspor, serta kebijakan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). 

Baca Juga: Kontraksi Industri Pengolahan Menghambat Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II

"HIMKI mendorong KEK untuk menyediakan sentra produksi dan logistik furnitur-kerajinan berbasis bahan lokal. KEK juga mesti mengakomodasi pelaku industri kreatif, bukan hanya manufaktur besar berbasis mesin," terang Abdul.

Sedangkan Rachmad berharap pemerintah bisa mengucurkan insentif untuk kembali menggairahkan pasar otomotif. Dia menggambarkan, sekitar 83% industri komponen otomotif masih tergantung pada kendaraan jenis Internal Combustion Engine (ICE) yang notabene memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) cukup tinggi.

Dus, Rachmad berharap pemerintah bisa mengucurkan insentif seperti Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBMDTP) dengan syarat TKDN di atas 60%. "Sehingga industri komponen bisa bertahan, selain dengan memperluas negara tujuan ekspor," tandas Rachmad.

Selanjutnya: 5 Perusahaan Masuk Pipeline IPO OJK, Nilainya Capai Rp 6,28 Triliun

Menarik Dibaca: 5 Tanaman Pembawa Sial yang Harus Disingkirkan dari Rumah, Punya Energi Negatif!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×