Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga crude palm oil (CPO) menunjukan tren yang positif memasuki paruh kedua tahun 2019. Pemberitaan Kontan.co.id (01/10) sebelumnya, harga CPO diketahui cenderung mengalami penguatan sebesar 3,1% untuk pada periode 28 Juni hingga 30 September untuk kontrak bulan Desember 2019.
Hal ini selanjutnya diikuti oleh sikap optimis di kalangan pelaku industri CPO. Direktur PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, Nicholas Justin Whittle misalnya menjelaskan bahwa menurunnya produksi CPO yang diakibatkan pada musim kemarau di triwulan kedua akan berdampak positif terhadap tren harga CPO di semester II 2019.
Pasalnya, hal ini dibarengi oleh kenaikan permintaan CPO di pasar sehingga berpotensi mendorong tren harga CPO yang positif hingga tahun depan. “Sejak pertengahan tahun, ada permintaan yang positif di pasar CPO, terutama dari dari Cina,” jelas Nicholas saat ditemui usai RUPS pada Selasa (29/10).
Baca Juga: Peningkatan produksi dan cadangan minyak perlu dilakukan agar defisit migas berkurang
Selain berpotensi menjadi sentimen positif bagi harga komoditas, meningkatnya permintaan CPO dari Cina juga diyakini akan memiliki dampak yang positif terhadap kinerja PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. Maklum saja, Cina memang merupakan salah satu tujuan ekspor terbesar bagi perseroan.
Selain itu, porsi ekspor yang mencapai 80% dalam total penjualan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk juga diyakini akan membuat kenaikan permintaan dari Cina memiliki dampak yang cukup besar bagi kinerja perseroan.
Sayangnya, Nicholas belum mau memberikan informasi mengenai target kinerja yang ingin dikejar oleh perseroan tahun ini. Namun demikian, Ia mengaku optimis perseroan akan mencatatkan realisasi produksi yang positif hingga tutup tahun.
Baca Juga: Penyelesaian sengketa di lahan perkebunan sawit harus menjadi prioritas pemerintah
Sebagai informasi, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk menargetkan bisa memproduksi sebanyak 457.933 ton CPO di tahun 2019. Hingga kuartal III, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk telah memproduksi sebanyak 320.566 ton cpo, menurun sebesar 4% dari realisasi produksi sebanyak 335.162 ton di periode yang sama tahun lalu.
Terlepas dari optimisme di atas, emiten yang memiliki kode saham SSMS ini mengaku belum memiliki rencana untuk mengajukan pinjaman kredit untuk melakukan ekspansi ataupun tujuan lainnya.
Sebelumnya, SSMS memang sempat mengantongi dana segar berupa fasilitas pinjaman sebesar Rp 1,13 triliun dari PT Bank Negara Indonesia Tbk pada Juli 2019 lalu. Namun demikian, pinjaman tersebut bukan digunakan untuk melakukan ekspansi bisnis melainkan untuk keperluan refinancing dari pinjaman yang sudah ada sebelumnya.
Optimisme yang sama juga dijumpai pada PT Sampoerna Agri Tbk. Head of Investor Relations PT Sampoerna Agri Tbk, Michael Kesuma menjelaskan bahwa harga CPO berpotensi memiliki tren yang positif hingga tahun depan. Hal ini disebabkan oleh adanya tren kenaikan permintaan CPO di pasar global seperti misalnya di Cina dan India.
Menurut Michael, Cina memiliki kebutuhan impor CPO berpotensi mengalami peningkatan ke depannya. Pasalnya, produksi minyak hewani Cina mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Hal ini selanjutnya menimbulkan kebutuhan baru atas produk-produk minyak nabati seperti misalnya CPO sebagai barang substitusi.
Baca Juga: Emiten Pilih Cara Ini Untuk Lunasi Utang Jatuh Tempo
Selain itu, kebutuhan sektor energi di Cina atas minyak nabati juga diprediksi akan membuat angka impor Cina menjadi semakin besar ke depannya. Sama halnya dengan Cina, tingkat persediaan CPO dalam negeri yang terbatas juga diyakini membuat volume impor CPO India terus meningkat dari waktu ke waktu.
Sementara itu pada saat yang bersamaan, Michael mencatat adanya perlambatan pada pertumbuhan produksi CPO secara global. Mengutip data Oil World, Michael menyebutkan bahwa pertumbuhan laju produksi CPO global sempat mengalami puncaknya pada di tahun 2016 dengan kenaikan produksi sekitar 9 juta ton.
Namun demikian, angka pertumbuhan produksi global selanjutnya tercatat mengalami penurunan menjadi 4,5 juta ton di tahun 2017 dan 4 juta ton di tahun 2018 dan diproyeksikan sebesar 2 juta ton di tahun 2019. Michael meyakini tren ini akan terus berlanjut hingga tahun depan.
Baca Juga: Pekerjaan Sulit, Mengikis Defisit Neraca Migas
Dalam hal ini, kenaikan permintaan dan perlambatan pertumbuhan produksi yang terjadi secara bersamaan diyakini berpotensi memiliki dampak yang positif terhadap tren harga CPO hingga tahun depan.
Seiring terjadinya hal ini, Michael mengatakan bahwa PT Sampoerna Agri Tbk membuka kemungkinan untuk mengajukan kredit pinjaman guna mengisi kas operasional operasional yang sempat turun akibat penurunan harga CPO di semester pertama.
Sayangnya, Michael mengaku belum bisa membeberkan jumlah pinjaman yang ingin dikejar. “Kalau kita lihat sih memang masih ada kebutuhan (mengajukan pinjaman), secara persis angkanya berapa saya belum bisa info” jelas Michael kepada Kontan.co.id (29/10).
Baca Juga: Ini produk-produk yang diminati di Trade Expo Indonesia (TEI) 2019
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News