Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
“Mereka yang dihentikan itu kan karena laporannya nggak ada, juga realisasinya tidak tercapai. Sekarang ini ya mereka harus menyampaikan laporan dulu,” ujar Bambang.
Ia menyebut, dari kelima perusahaan yang disebutkan di atas, baru PT Toshida Indonesia yang telah menyerahkan laporan. Namun, Bambang bilang, laporan yang masuk itu masih harus diverifikasi kembali.
“Baru PT Toshida (yang sudah menyerahkan laporan), yang lain belum ada progres laporan. Toshida baru masuk laporannya, jadi kita masih cek dulu kesesuaian angkanya” kata Bambang.
Ia menuturkan, tak ada jangka waktu untuk mengubah status tersebut. Sehingga, semuanya bergantung pada komitmen masing-masing perusahaan untuk memenuhi aturan dalam pembangunan smelter dan pelaporan progresnya.
“Nggak ada (batas waktu), gimana perusahan. Yang jelas sekarang mereka berhenti ekspornya, karena kita cabut. Bangun (smelter)-nya harus tetap. Kalau nggak, ya nggak akan keluar nanti (ijin ekspornya)” jelasnya.
Dalam hal ini, menurut Ahmad Redi, komitmen dalam membangun smelter adalah cerminan atas hilirisasi mineral yang sudah seharusnya direalisasikan. Karenanya, kata Redi, Kementerian ESDM memang harus bertindak tegas, termasuk dengan secara serius memberikan sanksi bagi perusahaan yang melanggar.
“Memang itu (pemberian sanksi) yang harus dilakukan, bila pemerintah punya komitmen,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News