Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang membatasi ekspor chip kecerdasan buatan (AI) telah memicu perhatian global, termasuk Indonesia. Pembatasan ini terkait dengan strategi geopolitik AS untuk mempertahankan keunggulannya dalam teknologi dan mempengaruhi akses negara-negara tertentu terhadap chip AI mutakhir.
Indonesia, yang termasuk dalam kategori negara dengan akses terbatas (Tier 2), mungkin merasa dampaknya. Namun, pengamat teknologi, Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, menilai bahwa pembatasan tersebut tidak akan berdampak signifikan bagi Indonesia.
Menurut Heru Sutadi, pembatasan ekspor chip AI oleh AS lebih terkait dengan dinamika perang dagang teknologi yang melibatkan negara-negara besar, seperti AS dan China. "Ini seperti perang dagang pembatasan Android ke China. Amerika Serikat akan menyeleksi negara mana yang bisa menggunakan chip AI mereka, dengan utamanya adalah negara-negara yang beraliansi dengan mereka," ungkapnya kepada KONTAN, Rabu (15/1).
Baca Juga: AS Batasi Ekspor Chip AI ke Indonesia, Begini Strategi Data Sinergitama (ELIT)
Meskipun demikian, ia menilai bahwa pembatasan ini tidak akan menghambat perkembangan teknologi secara keseluruhan. “Negara atau perusahaan yang dibatasi pasti akan mencari alternatif lain, seperti yang terjadi dengan pembatasan Android oleh China, yang akhirnya mengembangkan sistem operasi mereka sendiri," tambahnya.
Ia menilai, bagi Indonesia, yang bukan negara penghasil teknologi, pembatasan seperti ini tidak akan berdampak besar. Produk berbasis Android dan iOS, serta sistem operasi Harmony yang dikembangkan oleh China, tetap dapat diakses oleh masyarakat Indonesia. "Bagi Indonesia, dampaknya sangat minimal. Kita tetap bisa menggunakan teknologi berbasis Android, iOS, bahkan Harmony OS," kata Sutadi.
Terkait dengan pembatasan chip AI yang digunakan untuk data center, ia berpendapat bahwa Indonesia tidak akan terlalu terdampak. "Penyedia data center di Indonesia berasal dari berbagai negara, termasuk AS, China, Prancis, dan lokal. Jadi, seharusnya Indonesia tidak perlu terlalu khawatir," tuturnya.
Meski demikian, ia tetap mengingatkan pentingnya pengawasan pemerintah terhadap perkembangan kebijakan ini. "Meskipun dampaknya minimal, pemerintah tetap perlu memantau situasi dan menyiapkan langkah mitigasi jika terjadi perubahan yang mempengaruhi akses teknologi di Indonesia," pungkasnya.
Baca Juga: Ada Pembatasan Ekspor Chip AI dari AS, Indosat Tetap Optimistis Hadapi Tahun 2025
Selanjutnya: BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5,75%, Perry Ungkap Sejumlah Alasannya
Menarik Dibaca: Hujan Petir Masih Terjadi, Ini Prediksi Cuaca Besok (16/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News