Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyampaikan, dalam PP Perpajakan untuk bidang usaha pertambangan batubara, salah satu isinya memang mengatur tentang royalti atau Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) untuk perusahaan PKP2B yang akan diperpanjang menjadi IUPK.
"Untuk itu kami sepakat jika diberlakukan tarif royalti secara berjenjang (progresif) sesuai dengan tingkat harga tertentu dengan mempertimbangkan harga komoditas yang sangat fluktuatif," kata Hendra.
Namun, dia memberikan sejumlah catatan. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi pemegang IUPK OP perpanjangan PKP2B. Pasalnya perusahaan ini sudah beroperasi sejak lebih dari 20 tahun bahkan hampir 30 tahun.
Dengan begitu, ada sejumlah karakteristik yang perlu diperhatikan. Pertama, lokasi sebaran cadangan batubara mulai terbatas, sehingga makin sulit memilih lokasi penambangan yang ekonomis. Kedua, letak cadangan batubara yang lebih dalam dan lebih jauh, sehingga semakin lama akan semakin besar biaya untuk mengambil batubara.
Ketiga, letak lokasi pembuangan lapisan tanah penutup juga semakin jauh, sehingga perlu mengeluarkan biaya yang makin besar agar bisa menyingkap lapisan batubara."Secara alamiah, biaya produksi yang harus dikeluarkan pada kondisi tambang yang sudah menurun akan terus meningkat dari waktu ke waktu," terang Hendra.
Baca Juga: Pengusaha: Penertiban kawasan dan tanah terlantar dapat mendorong lahan produktif
Padahal, harga jual batubara tidak berhubungan dengan biaya produksi, namun mengikuti pergerakan indeks harga global dan indeks harga yang ditetapkan pemerintah. "Dengan kata lain, risiko berusaha yang ditanggung oleh pemegang IUPK OP PKP2B amat tinggi," kata Hendra.
Menurutnya, tingginya royalti sama artinya dengan tingginya biaya produksi. Alhasil, cadangan batubara yang masih berada di lapisan bawah, yang semula masih ekonomis untuk ditambang menjadi tidak ekonomis lagi. "Akibat tingginya royalti, menyebabkan cadangan batubara ekonomis akan menurun," jelas Hendra.
Sedangkan mengenai besaran tarif royalti ekspor, APBI meminta pemerintah untuk mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara yang memungkinkan perusahaan tetap dapat bertahan pada saat harga komoditas dunia turun. "Jika tarif royalti ditetapkan sangat tinggi di luar batas kemampuan perusahaan maka perusahaan batubara akan kesulitan menutup biaya produksi dan royalti," imbuh Hendra.