Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, berencana untuk menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk mengelola Wilayah Kerja (WK) migas yang tidak laku dilelang. Dengan begitu, kegiatan ekplorasi migas bisa semakin bertambah.
Pasalnya dari tahun ke tahun, WK migas yang ditawarkan oleh pemerintah selalu saja ada yang tidak diminati oleh investor. Makanya pemerintah berharap Pertamina selaku BUMN mau melakukan ekplorasi di WK migas tersebut sehingga bisa menemukan cadangan migas baru.
Untuk ketersediaan dananya akan diambil dari setoran sebesar 10% dari komitmen kerja pasti (KKP) WK migas terminasi yang telah diputuskan oleh pemerintah sepanjang tahun ini atau biasa disebut performance bond.
"KKP sekarang itu 10% sudah kami ambil performance bond itu sudah kami pegang. Dari US$ 1,7 miliar, sebesar 10% kami sudah pegang," kata Djoko, Rabu (19/9).
Bahkan Djoko menyebut jika kontrak Blok Rokan ditandatangani maka pemerintah bisa mendapat dana US$ 50 juta yang merupakan 10% dari komitmen kerja pasti Blok Rokan sebesar US$ 500 juta.
Djoko yakin dana tersebut cukup untuk Pertamina melakukan kegiatan eksplorasi berupa survei seismik dan pemboran. "Daripada setor ke kas negara tidak ada eksplorasi mendingan buat eksplorasi," imbuh Djoko.
Namun penugasan kepada Pertamina ini barulah rencana. Pasalnya Djoko masih juga masih mempertimbangkan untuk diterbitkannya aturan sebagai landasan hukum penugasan kepada Pertamina. "Ini baru rencana ya. Nanti kami buat, apakah perlu dasar hukum, kalau perlu kami buat aturan menteri-nya," ujarnya.
Lebih Baik Joint Study
Sejauh ini, sudah ada satu WK migas yang dilelang dan belum ada peminatnya yaitu Blok Southeast Mahakam. Djoko menyebut akan menawarkannya kepada Pertamina.
Sebelumnya Djoko mengaku telah menawarkan 19 WK yang tidak laku dilelang pada awal 2018 lalu. Namun Pertamina kala itu lebih memilih opsi untuk melakukan joint study karena ingin memastikan potensi di wk migas tersebut.
Sayangnya, opsi joint study ini belum memuaskan bagi pemerintah karena jika melalui proses joint study maka pemerintah harus melakukan lelang WK migas tersebut.
Padahal menurut Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, dengan melakukan joint study itu justru akan membantu semua pihak di dalam menggairahkan iklim investasi migas di tanah air.
"Dengan joint study, identifikasi potensi-potensi migas yang perlu diekplorasi lanjut di tanah air akan makin terpetakan. Sekaligus juga bisa menjawab keluhan investor selama ini tentang keterbatasan data,"kata Pri kepada Kontan.co.id, Kamis (20/9).
Lebih lanjut Pri bilang dengan joint study berarti juga sudah ada upaya langsung didalam menganalisis dan mematangkan kualitas data atau informasi yang ada.
Bahkan kalau bisa diupayakan agar joint study dilakukan dengan perusahaan-perusahaan migas skala IOC/majors, agar peluang untuk bisa menemukan lapangan-lapangan migas baru dengan skala raksasa juga lebih terbuka lebar.
"Untuk bisa bangkit, Hulu migas Indonesia butuh menemukan lapangan-lapangan migas baru dengan skala cadangan yang besar-besar seperti Blok Rokan, Mahakam, Masela, atau setidaknya seperti Blok Cepu," kata Pri.
Pri juga bilang jika Pemerintah tetap ingin menugaskan Pertamina melakukan eksplorasi di WK migas yang tidak laku, maka diperlukan dukungan lebih banyak dari pemerintah.
"Kalau penugasan, sebaiknya diimbangi juga dengan dukungan baik fiskal maupun non fiskal, dan kemudahan-kemudahan lainnya. Kalau joint study menurut saya akan positif," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News