Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi. Terlebih, sampai tahun 2019 lalu, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia baru mencapai 2,1 gigawatt (GW) atau setara 8,9% dari potensi yang ada sebesar 23,9 GW.
Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari mengatakan, salah satu alasan pencapaian pemanfaatan panas bumi masih rendah di Indonesia adalah masalah keekonomian proyek dan risiko eksplorasi yang tergolong tinggi.
Baca Juga: Dorong pengembangan panas bumi, beleid pendukung ditargetkan rampung tahun ini
Risiko seperti ini sampai sekarang belum bisa dijembatani oleh kepastian harga listrik panas bumi yang atraktif sehingga bisa menarik para investor untuk berinvestasi di bidang panas bumi.
Belum lagi, keterbatasan data survei geosains dan hasil eksplorasi panas bumi serta tingginya investasi di hulu pada awal fase eksplorasi mesti ditanggung oleh Badan Usaha pelaksana eksplorasi. Ini juga membuat investasi di sektor panas bumi masih belum begitu menarik. “Tingginya biaya eksplorasi berimbas kepada meningkatnya harga keekonomian proyek panas bumi,” kata Ida, Selasa (7/4).
Ia melanjutkan, guna menurunkan risiko eksplorasi dan meningkatkan daya saing harga panas bumi, Menteri ESDM telah memberi arahan kepada Badan Geologi untuk meningkatkan kualitas data geosains.
Upaya ini dilakukan melalui akuisisi data dan pengeboran eksplorasi panas bumi yang meliputi kegiatan survei geologi, survei geokimia, survei geofisika, survei landaian suhu, sampai dengan pengeboran sumur eksplorasi.
Baca Juga: Proyek PLTP Blawan Ijen masuki fase tajak sumur eksplorasi