Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
Penundaan moratorium ini, menurut Singgih, harus diiringi dengan evaluasi komprehensif, mulai dari eksplorasi hingga pembangunan industri pengolahan nikel. Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian perlu bekerja sama untuk memastikan pembangunan smelter sesuai dengan kebutuhan industri masa depan.
“Selain itu, eksplorasi nikel dan logam lain harus didorong untuk memperpanjang umur cadangan serta menyesuaikan arah pengembangan dengan peta kebutuhan industri nasional,” kata Singgih kepada Kontan, Minggu (8/12).
Sebelumnya, permintaan moratorium atau penangguhan terhadap pengolahan dan permurnian (smelter) nikel melalui Rotary Klin Electric Furnace (RKEF) kembali mencuat.
Permintaan ini diungkap oleh Holding BUMN Pertambangan, Mining Industry Indonesia (MIND ID) kepada Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan alasan untuk mencegah keadaan oversupply dari produk turunan smelter RKEF seperti feronikel dan Nickel pig iron (NPI).
Baca Juga: Tujuh Proyek Smelter Bauksit Masih Mangkrak
"Karena kalau oversupply seperti yang sudah terjadi pada ferronickel, harganya jatuh. Sekarang harga ferronickel itu hampir tidak bisa menutup biaya produksi," kata Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR, Rabu (4/12).
Permintaan moratorium ini bukan pertama kali terjadi, berdasarkan catatan Kontan, pada awal Agustus 2024 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah berjanji untuk tidak lagi memberikan izin investasi baru untuk smelter RKEF.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News