Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
CEO Property Excellent and Advisory (PenA) ini menambahkan, 13 Paket Kebijakan yang sebelumnya diluncurkan pemerintahan Jokowi, bagi dunia properti seperti ''miniatur omnibus law'' dimana banyak aturan dipangkas.
Hanya, Suherman menilai, di hilir tidak besar rasa penyederhanaannya. Perda-perda masih membuat developer tidak otomatis menikmati kemudahan regulasi
Ia mewanti-wanti jangan sampai Omnibus Law, setelah menjadi undang-undang menjadi terlalu general. Maka muncul interpretasi yang berbeda pada pemda-pemda sehingga mereka punya alasan membuat aturan teknis yang kental dengan isu-isu-lokal.
'' Karena itu, pertanyaannya sekarang adalah apakah UU Sapujagat ini mampu menghalau perda-perda yang berpotensi membuat masalah. Contoh, kebijakan KLB pada gedung tinggi, masih banyak daerah tidak punya aturannya. Gagap saat ada pengembang akan bangun apartemen,'' tuturnya.
Ketika ditanya soal prospek industri properti nasional di 2020, Suherman memprediksi, sektor ini masih akan mengalami tekanan. Namun tetap punya prospek membaik.
Tetapi syaratnya adalah suku bunga KPR rendah, kredit konstruksi tidak seret, dan supply/demand sama-sama punya trust. Pasalnya, pada 2019 kredit tumbuh melambat dan perbankan perlu membuat inovasi produk.
Baca Juga: Kinerja positif, saham LPKR diburu investor asing
Karena itu, Suherman mengaku berprasangka baik pada omnibus law dalam jangka panjang. Akan tetapi dalam jangka pendek-menengah sangat bergantung dengan cara mengelola turunan UU ke dalam regulasi teknisnya.
''Karena industri properti tentu akan melakukan penyesuaian-penyesuaian lagi. Dan ini untuk menghindari ketidakpastian baru,'' katanya.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, secara keseluruhan, bisnis LPKR memang fokus di bidang properti dan kesehatan. Di mana bisnis properti dan kesehatan secara animo masih cukup baik.