Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Penguatan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ternyata membuat pengusaha mebel berteriak.
Penyebabnya karena 90% bahan baku yang digunakan industri mebel adalah produk lokal dengan mata uang rupiah. Sementara produk jadi mebel dijual untuk ekspor dengan mata uang dolar AS. Sehingga, keuntungan ekspor akan menipis bahkan terancam tidak ada keuntungan.
"Kontrak kami sudah mematok harga dolar di posisi Rp 8.800 per dolar AS. Tapi sekarang rupiah sudah menguat Rp 8.733 per dolar AS," ujar Sae Tanangga Karim, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) kepada KONTAN, Selasa (22/3).
jahjono
Padahal, Asmindo menargetkan pertumbuhan pendapatan tahun ini mencapai US$ 3 miliar dari tahun 2010 US$ 2,8 miliar. "Kerugian yang muncul akibat penguatan ini bisa mencapai 10% -15%. Situasi ini bisa membuat pertumbuhan pendapatan industri mebel merosot.," ujar Ketua Umum ASMINDO Ambar Tjahjono.
Penguatan mata uang rupiah telah membuat produk-produk eksportir dalam negeri tidak kompetitif di pasar internasional. Selain itu, dampaknya juga cukup besar bagi perdagangan luar negeri.
Ambar mengaku tidak ada strategi yang digunakan Industri Mebel dalam menghadapi situasi ini. "Tidak ada strategi yang kami gunakan untuk menghadapi situasi ini, yang kami butuhkan peran aktif pemerintah dalam menjaga kestabilan rupiah," terang Ambar.
Tanangga menambahkan, potensi kerugian industri mebel bisa mencapai US$ 120 juta per bulan. "Dengan situasi ini, saya pesimistis target peningkatan penjualan sebesar 20% bisa tercapai tahun ini," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News