Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menurunkan harga eceran tertinggi (HET) beras medium untuk daerah Indonesia Barat dinilai tidak bijaksana. Pasalnya, pelaku pasar melihat penetapan HET dinilai menjadi biang polemik harga beras.
"Seharusnya yang ditetapkan adalah harga atas saja Rp 13.000 per kilogram, sehingga pedagang bisa ditekan melepas di bawah itu sesuai mekanisme pasar," kata Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid, kepada Kontan, Rabu (30/5).
Asal tahu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pekan lalu mengatakan berencana menurunkan harga eceran tertinggi (HET) beras di sejumlah wilayah Indonesia Barat menjadi Rp8.950/kg, dari sebelumnya seharga Rp9.450/kg.
Rencana tersebut kabarnya sesuai putusan rapat koordinasi dengan Menteri Koordinasi Perekonomian Darmin Nasution.
Menurut Zulkifli, bila HET semakin diturunkan maka otomatis bakal semakin menekan harga beli gabah di petani. Apalagi petani di hulu masih dibebani berbagai pinjaman modal sehingga bisa makin menggerus margin yang didapat berbanding biaya produksi.
Asal tahu, mengutip catatan Kontan (10/5), harga gabah di tingkat petani mencapai Rp 4.800 per kg.
Adapun harga beras medium di Pasar Cipinang menurutnya saat ini masih stabil di kisaran Rp 8.500 - Rp 9.000 per kilogram. Menurutnya, kenaikan baru bisa terjadi pasca lebaran di mana stok beras masuk bisa mandeg karena libur.
Karena itu, Zulkifli melihat, sesungguhnya impor beras yang dilakukan oleh pemerintah sesungguhnya bukan masalah besar, apalagi bila tujuannya untuk mengamankan stok beras. Namun ia berharap mekanisme Bulog untuk mengeluarkan beras dapat dilakukan dengan baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News