Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar keamanan siber Indonesia berpotensi tumbuh pesat seiring masifnya transformasi digital dan meningkatnya ancaman serangan siber di berbagai sektor.
Founder Indonesia Cyber Security Hub Alex Budiyanto memproyeksikan nilai pasar keamanan siber nasional akan melonjak dari US$ 2,39 miliar pada 2024 menjadi US$ 6,5 miliar pada 2032, dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 21,1%.
Sementara itu, pasar global diperkirakan dapat tumbuh rata-rata 14,56% per tahun, dari US$ 219,67 miliar pada 2025 menjadi US$ 623,47 miliar pada 2034.
Menurut Alex, dorongan utama pertumbuhan pasar domestik datang dari penerapan regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan kebijakan OJK yang mewajibkan perusahaan memperkuat perlindungan data digital.
“Ekspansi berbagai perusahaan teknologi lokal pun terlihat selaras dengan permintaan pasar yang meningkat pesat, khususnya untuk solusi Cloud Computing dan Zero Trust,” kata Alex kepada Kontan, Minggu (19/10/2025).
Baca Juga: RDS Group Mantapkan Langkah di Industri Keamanan Siber Nasional
Selain faktor regulasi, migrasi masif ke sistem cloud computing, penerapan kecerdasan buatan (AI), dan meningkatnya konektivitas IoT juga menjadi katalis pertumbuhan sektor ini.
Secara sektoral, industri perbankan, keuangan, dan asuransi (BFSI) masih menjadi pengadopsi terbesar solusi keamanan siber karena karakter data yang sangat sensitif serta ketatnya regulasi.
Di sisi lain, sektor pemerintahan dan layanan publik menjadi target utama serangan, sementara telekomunikasi, e-commerce, dan manufaktur juga menunjukkan lonjakan permintaan karena tingginya volume transaksi digital dan konektivitas sistem industri berbasis IoT.
Namun, daya saing perusahaan lokal di sektor ini masih menghadapi sejumlah tantangan.
Meski unggul dalam pemahaman terhadap regulasi nasional, fleksibilitas harga, dan layanan yang lebih personal, kemampuan teknologi dalam negeri masih sangat bergantung pada kolaborasi dengan vendor global.
Baca Juga: Mewaspadai Ancaman Siber Utama di Indonesia, Dari Ransomware Hingga APT
Defisit tenaga ahli keamanan siber juga menjadi masalah krusial. Alex bilang saat ini Indonesia kekurangan lebih dari 70.000 profesional siber, sementara kebutuhan pekerja digital secara keseluruhan dapat mencapai 9 juta orang pada 2030.
Keterbatasan anggaran TI, terutama di kalangan UMKM, turut menghambat adopsi solusi keamanan yang memadai. Di sisi lain, ancaman siber semakin kompleks, dengan serangan berbasis AI, ransomware, hingga supply chain attack yang terus meningkat.
Meski begitu, prospek industri ini tetap sangat menjanjikan. Dengan ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai US$ 360 miliar pada 2030, permintaan terhadap solusi keamanan berbasis cloud, AI, dan Zero Trust akan terus meningkat.
Baca Juga: Perusahaan Teknologi Kian Agresif Masuk Pasar Keamanan Siber, Bagaimana Prospeknya?
Selanjutnya: Harga Pangan Nasional Bergerak Fluktuatif, Cabe Rawit Merah Catat Kenaikan Tertinggi
Menarik Dibaca: Simak Yuk Cara Bijak Mengolah Makanan agar Tak Terbuang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News